RedaksiHarian – Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan nilai investasi yang semula Rp86,5 triliun kini menjadi Rp114,2 triliun.

Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 membolehkan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui penyertaan modal negara kepada BUMN yang terlibat.

“Saya simulasikan kalau seat (keterisian) cuma 50 persen, trip 30, dan harga tiketnya kemahalan jadi (diturunkan) Rp250 ribu, maka balik modalnya 139 tahun,” ucap Faisal Basri dalam diskusi virtual yang ditayangkan kanal Youtube Universitas Paramadina pada 2 November 2021.

Simulasi itu belum termasuk memperhitungkan berapa biaya operasional yang dibutuhkan.

Adapun simulasi super optimis yakni dengan mengandaikan seluruh kursi terisi, beroperasi jam 5.00-22.00, setiap jam ada kereta, dan tarif Rp300.000, maka waktu yang dibutuhkan untuk balik modal adalah 45,6 tahun.

“Ini namanya asumsi surga. Pakai asumsi surga saja, balik modalnya 45,6 tahun dengan catatan tidak dihitung biaya operasional,” ucap Faisal Basri .

Menurut Faisal Basri , seluruh risiko ini pada akhirnya akan menjadi tanggungan rakyat lantaran proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung kini didanai oleh APBN.

“Inilah risiko-risiko yang kita hadapi, jadi yang menanggung semua akhirnya adalah rakyat,” sebut Faisal Basri .

“Karena tadinya (pakai skema) business to business, (sekarang) gak bisa bisnis lagi. Harus ditanggung pemerintah. Pemerintah tadinya tidak akan menjamin, sekarang menjamin,” ujarnya menambahkan.

Dalam data yang ditampilkan Faisal Basri , secara keseluruhan, 85 persen pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung berasal dari China.

Rinciannya, 75 persen pembiayaan berasal dari pinjaman China Development Bank dan 10 persen dari Konsorsium China.

Indonesia membiayai lewat Ekuitas KCIC sebesar 25 persen dan Konsorsium Indonesia sebesar 15 persen.***