Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan tentang kemungkinan tindakan Rusia sewaktu Ukraina bersiap-siap untuk memperingati hari kemerdekaannya pada hari Rabu (24/8).
Zelenskyy mengatakan dalam pidato hariannya Minggu malam bahwa ia telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengenai “semua ancaman” yang ditimbulkan Rusia, dan bahwa pesan serupa telah disampaikan kepada Sekjen PBB Antonio Guterres dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
“Semua mitra Ukraina diberi informasi mengenai apa yang dapat disiapkan negara teroris pada pekan ini,” kata Zelenskyy.
Pemimpin Ukraina itu menyebut satu tindakan yang mungkin diambil Rusia adalah menggelar persidangan terhadap sekelompok tentara Ukraina yang ditangkap selama pengepungan kota Mariupol di Ukraina.
“Jika persidangan tercela ini dilanjutkan … ini akan menjadi batas di mana negosiasi tidak mungkin lagi dilakukan,” kata Zelenskyy. “Tidak akan ada pembicaraan lainnya. Negara kami telah mengemukakan semuanya.”
Peringatan 31 tahun kemerdekaan Ukraina dari pemerintah Soviet pada hari Rabu bersamaan waktunya dengan masa enam bulan sejak Rusia meluncurkan invasinya terhadap Ukraina.
Perang antara kedua negara bertetangga ini, yang berkecamuk sejak invasi Rusia pada 24 Februari lalu, telah menewaskan ribuan pejuang dari kedua pihak dan warga sipil Ukraina, memaksa jutaan orang Ukraina mengungsi di bagian barat negara itu, jauh dari front pertempuran di bagian timur Ukraina, atau ke negara-negara tetangganya.
Gempuran artileri menghantam Nikopol, kota di bagian selatan Ukraina, pada hari Minggu pagi, tidak jauh dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia.
Rusia menarget berbagai lokasi di dekat Odesa, pelabuhan penting di Laut Hitam dan pusat ekspor biji-bijian Ukraina. Tetapi pengeboman Nikopol menjadi keprihatinan khusus. Gubernur Valentyn Reznichenko menulis di aplikasi pesan Telegram bahwa 25 tembakan artileri telah menghantam kota itu, menyebabkan kebakaran di sebuah fasilitas industri dan memadamkan listrik untuk 3.000 orang.
Pertempuran di dekat PLTN Zaporizhzhia dan serangan rudal hari Sabtu di kota Voznesensk, Ukraina Selatan, tidak jauh dari fasilitas PLTN terbesar kedua di Ukraina itu, telah memicu kekhawatiran di kalangan para pemimpin dunia akan kecelakaan nuklir. Ukraina telah meminta PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya untuk memaksa Rusia agar meninggalkan PLTN Zaporizhzhia. Meski diduduki Rusia sejak Maret, PLTN itu masih dioperasikan oleh para teknisi Ukraina.
Enerhodar, kota di dekat PLTN tersebut, baru-baru menghadapi gempuran berulang kali, dengan Moskow dan Kiev menuding pihak lain atas gempuran tersebut.
Pembicaraan sedang berlangsung selama lebih dari sepekan untuk mengatur kunjungan Badan Energi Atom Internasional ke PLTN itu.
Dalam percakapan telepon hari Jumat lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin memberitahu Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa Rusia akan mengizinkan para inspektur internasional memasuki PLTN tersebut. [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.