redaksiharian.com – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Afrizal Hadi menyatakan, tidak menerima atau niet ontvankelijke verklaard (NO) gugatan praperadilan terkait penghentian penyidikan dugaan gratifikasi pemberian fasilitas helikopter yang diterima Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri .
Gugatan dengan nomor perkara 36/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL ini dilayangkan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melawan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).
“Mengadili, menyatakan, permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Afrizal Hadi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan , Rabu (31/5/2023).
Dalam pertimbangannya, Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan itu menilai, penyelidikan dugaan gratifikasi terhadap Ketua Komisi Antirasuah masih diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Hakim Afrizal Hadi untuk mengabulkan gugatan LP3HI yang menduga penyelidikan dugaan gratifikasi yang diterima Firli Bahuri dihentikan.
Terlebih, Divisi Hukum Mabes Polri yang mewakili Kabareskrim selaku termohon telah membawa 14 bukti surat yang dikeluarkan oleh Dittipidkor Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti dugaan gratifikasi berupa fasilitas helikopter yang diterima Firli Bahuri.
Adapun bukti seperti sprinlidik dan surat perintah tugas itu dibawa untuk membantah adanya tindakan penghentian penyidikan terhadap laporan dugaan gratifikasi Firli Bahuri .
Dari bukti tersebut, Divisi Hukum Mabes Polri berpandangan, dalil LP3HI yang menganggap adanya penghentian penyelidikan materil secara tidak sah terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak beralasan.
Sebab, sampai dengan perkara laporan dugaan gratifikasi Firli Bahuri ini digugat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, proses penyelidikan masih dilaksanakan oleh Dittipidkor Bareskrim Polri.
Dalam dalil gugatannya LP3HI menyebut, Firli Bahuri selaku pimpinan KPK melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk berziarah ke makam orangtuanya, dengan menggunakan alat transportasi berupa helikopter pada sekitar Juni 2020.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat perbedaan harga sewa helikopter yang dilaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK dengan harga sebenarnya.
Berdasarkan temuan ICW, terdapat selisih harga Rp 141.000.000 yang ditengarai sebagai bentuk diskon dan termasuk dalam kategori gratifikasi.
“Bahwa terhadap gratifikasi tersebut, Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkannya ke Dewan Pengawas KPK dan telah diputus bersalah,” demikian isi gugatan praperadilan LP3HI.
LP3HI mengungkapkan, dugaan gratifikasi tersebut juga telah dilaporkan oleh ICW kepada Bareskrim Polri pada tanggal 3 Juni 2021.
Namun demikian, hingga LP3HI mengajukan praperadilan kasus ini ke PN Jakarta Selatan, Bareskrim Polri tidak juga menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka penerima gratifikasi.
“Bahwa penanganan yang lama dan tidak kunjung selesai atas dugaan tindak pidana perkara a quo membuktikan bahwa termohon (Bareskrim Polri) melakukan tebang pilih atas penegakan hukum di Indonesia sebab perkara lain telah menjalani pemeriksaan dan telah melimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU),” tulis LP3HI dalam gugatannya.