redaksiharian.com – Beberapa tahun lalu, profesi ojek online (ojol) sempat jadi incaran. Banyak masyarakat yang sebelumnya telah punya pekerjaan tetap akhirnya beralih profesi menjadi pengemudi ojol.
Namun saat ini, profesi ojol tak lagi jadi pilihan. Bahkan berdasarkan penelitian Mahasiswa Doktoral London School Economics (LSE), Muhammad Yorga Permana, ada dua pertiga dari 1.000 pengemudi yang disurvei di Jakarta memilih jadi pegawai dibandingkan pengemudi ojol.
“Dua pertiga dari mereka mengungkapkan jika mereka bisa memilih, lebih memilih pekerjaan tradisional [jam kerja] 9 sampai 5 daripada bekerja sebagai pengemudi transportasi online,” tulis penelitian tersebut dikutip dari laman resmi LSE.
Diminta mengomentari hasil penelitian tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono juga menyebutkan fakta serupa. Alasan alih profesi itu dikarenakan pendapatan mereka yang terus merosot.
Dia menjelaskan pada fase pertama saat platform ride hailing baru tersedia, gaji para driver bisa mencapai Rp 5-10 juta per bulan. Namun saat ini menurun mencapai 50% dan bahkan ada yang menurun di bawah Upah Minimal Provinsi (UMP).
“Sedikit-sedikit beralih profesi, ada yang kembali pekerjaan kantoran, wirausaha,” kata Igun kepada CNBC Indonesia, Rabu malam (30/3/2023).
“Ramai-ramai beralih profesi. mencari profesi yang lebih permanen memberi penghasilan untuk nafkahi keluarganya. Minimal bisa punya penghasilan UMP,” imbuhnya.
Banyak dari mereka juga menjadikan profesi ojol sebagai sampingan atau part time. Ini berbeda dari sebelumnya yang memilih beralih jadi driver ojol secara full time.
Penurunan pendapatan dari para driver, Igun menjelaskan berasal dari perusahaan aplikasi. Mereka disebut menerapkan potongan yang sangat tinggi kepada para pengemudi.
“Makin ke sini makin menurun lagi karena perusahaan aplikasi menerapkan potongan di luar dari permintaan kita sangat tinggi,” ungkap Igun.
Turunnya pendapatan pengemudi ojol juga diungkapkan dalam penelitian LSE. Disebutkan penurunan sudah terjadi bahkan sebelum pandemi Covid-19 terjadi, pada 2019 dan berbeda dari awal kehadiran platform.
“Berbeda pada awal kehadirannya, skema bonus harian yang ditawarkan oleh aplikasi sudah tidak menarik lagi,” tulis laporan tersebut.