Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menyampaikan permohonan maaf atas intimidasi yang dilakukan anggota Polri terhadap jurnalis dari CNN Indonesia dan 20Detik (detikcom). Intimidasi tersebut dilakukan saat mereka meliput kasus penembakan ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (14/7)

“Saya selaku Kadiv Humas tentunya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya atas peristiwa yang terjadi kemarin malam kebetulan menimpa dua teman media dari Detik maupun CNN. Saya menyesalkan kejadian tersebut,” katanya di Mabes Polri, Jumat (15/7).

Dedi mengatakan pihaknya telah menemukan anggota Polri yang telah melakukan intimidasi tersebut dan ia akan ditindak tegas.

Kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia meningkat menjadi 44 kasus di tahun 2015 dari sebelumnya 40 kasus di tahun 2014. (Foto: VOA/R.Teja Wulan).

Kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia meningkat menjadi 44 kasus di tahun 2015 dari sebelumnya 40 kasus di tahun 2014. (Foto: VOA/R.Teja Wulan).

“Hasilnya nanti akan saya informasikan langkah-langkah apa yang sudah kami ambil,” ujarnya.

Dedi pun berharap agar kejadian tersebut tak terulang kembali ke depannya. Seluruh anggota Polri harus benar-benar memahami bahwa jurnalis yang melaksanakan tugas jurnalistiknya itu dilindungi oleh konstitusi.

“Jangan sebaliknya bahwa tindakan mengintervensi maupun tindakan lain yang melanggar hukum akan ditindak tegas kepada anggota Polri. Supaya kejadian ini tidak terulang lagi,” ucapnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Afwan Purwanto, mengatakan saat ini pihaknya menyarankan agar dua jurnalis yang mendapat intimidasi itu melaporkan kasus tersebut. AJI Jakarta bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers siap mendampingi korban jika kasus ini berlanjut ke meja hijau.

“Kami sifatnya hanya mendorong dan tidak bisa memaksa korban untuk melaporkan hal tersebut. Tentunya korban juga harus berkoordinasi dengan kantornya karena bagaimana pun jurnalis ke lokasi lantaran penugasan. Makanya koordinasi itu yang kami bangun antara korban dan perusahaan medianya. Kami siap mengawal kasusnya,” katanya kepada VOA.

Pelaporan kasus yang dilanjutkan ke meja hijau tersebut, kata Afwan, perlu dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak kekerasan terhadap jurnalis.

“Kenapa AJI rajin mengadvokasi hal itu? Biar kasusnya jadi efek jera agar orang tidak gampang melakukan aksi kekerasan,” pungkas Afwan.

Kedua jurnalis tersebut mendapat intimidasi saat mencoba menggali informasi dari petugas kebersihan di kompleks Ferdy Sambo. Tiga orang tidak dikenal menghampiri mereka saat mewawancarai petugas kebersihan tersebut. Tidak hanya menghampiri, ketiganya juga mengambil paksa ponsel mereka dan menghapus semua video, foto, dan hasil rekaman peliputan terkait kasus penembakan tersebut. Setelahnya, ketiga orang itu menyuruh jurnalis agar tidak meliput tempat kejadian perkara terlalu jauh.

Kedua jurnalis yang sempat digeledah itu sempat menanyakan maksud dan tujuan pengambilan paksa ponsel mereka. Namun, ketiga orang itu tak menunjukkan identitasnya. [aa/ah]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.