redaksiharian.com – Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) menyayangkan masih ada aktivis buruh yang menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tetapi masih mendukung bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS, Indra, mengatakan, Ganjar merupakan kader atau petugas partai pengusung UU Cipta Kerja Omnibus Law, yaitu PDI-P.

“Justru kita menyayangkan ada aktivis buruh, tokoh-tokoh buruh yang katanya menolak omnibus law cipta kerja, tapi justru mendukung capres yang merupakan petugas partai dari partai pengusung utama omnibus law cipta kerja,” kata Indra dalam konferensi pers di DPP PKS, Senin (1/5/2023).

Indra mengatakan, Gubernur Jawa Tengah itu juga memiliki rekam jejak menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) paling rendah se-Indonesia di wilayah yang dipimpinnya.

Menurut Indra, UMP yang ditetapkan itu lebih rendah dibandingkan Papua, Aceh, Banten, hingga Kalimantan.

Oleh karena itu, ia beranggapan, aktivis buruh yang mendukung Ganjar justru menjadi paradoks.

“Ini menjadi antiklimaks dan menjadi paradoks ketika ternyata ada aktivis buruh mendukung capres yang merupakan petugas partai pengusung omnibus law sekaligus rekam jejak. Kita tahu Ganjar punya rekam jejak penetapan UMP terendah se-Indonesia,” ujar Indra.

Lebih lanjut, Indra mengungkapkan, calon presiden yang diusung partainya, Anies Baswedan memiliki komitmen untuk membela buruh jika terpilih sebagai presiden pada Pilpres tahun 2024 mendatang.

Nantinya, pada tanggal 6 Mei 2023, Anies Baswedan akan hadir memperingati Hari Buruh (May Day) di kantor DPP PKS.

Di momen itu pula, para buruh dan aktivis dari berbagai wilayah akan menyatakan sikap dan menyampaikan dukungan terbuka kepada Anies.

“Bukan hanya aktivis buruh, pengemudi daring yang ada dari Aceh sampai Papua, dan mereka hari ini membutuhkan calon presiden yang punya komitmen terhadap pembelaan buruh bukan sekedar lip service atau pencitraan belaka, dan dukungan akan disampaikan pada 6 Mei 2023,” kata Indra.

Selanjutnya, Indra mengatakan, DPP PKS juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut beberapa aturan yang dinilai menyengsarakan buruh, termasuk UU Cipta Kerja .


PKS beranggapan, aturan perundang-undangan itu tidak berpihak kepada pekerja atau buruh.

Dari catatan Bidang Ketenagakerjaan PKS, pekerja atau buruh yang jumlahnya mencapai ratusan juta dimarjinalkan, dipinggirkan, serta posisinya semakin terhimpit dan semakin merana.

Indra mengatakan, UU Cipta Kerja dan berbagai aturan pelaksananya yang digadang-gadang Jokowi mampu menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan pekerja, justru membuat oligarki berpesta. Hal ini membuat pekerja atau buruh merana.

“Undang-undang Cipta Kerja justru semakin memberi ruang untuk hadirnya tenaga kerja asing, politik upah murah, PHK yang semakin dipermudah, kompensasi PHK yang diperkecil, dan outsourcing (alih daya) yang sangat diperluas,” ujar Indra.

“Kemudian, pekerja kontrak yang semakin diperluas dan diperpanjang waktunya, entitas serikat pekerja diperlemah, dan berbagai hal lainnya yang membuat posisi pekerja semakin terhimpit, sulit, dan semakin merana,” katanya lagi.