redaksiharian.com – Biro Investigasi Federal Amerika Serikat ( FBI ) dilaporkan tengah mewaspadai modus penipuan investasi kripto baru, yang disebut “ Pig Butchering ”.
Istilah “potong babi” tersebut berasal dari kebiasaan para peternak yang menggemukkan babi-babinya sebelum dipotong. Dalam kasus kripto, para penipu bakal “menggemukkan” korban (investor) melalui janji manis, sebelum akhirnya penipu mengambil uang korban.
Sebagai contoh, korban dijanjikan mendapat untung berkali-kali lipat dari modal investasi yang dikeluarkan. Beragam janji manis seperti itu akan kerap dilontarkan sampai korban benar-benar memercayainya dan memberikan uang dalam jumlah tertentu.
Pelaku penipuan pun umumnya menggunakan identitias palsu, seperti nama samaran, membangun citra sebagai orang kaya raya, hingga mengunggah sejumlah foto yang menarik.
Jadi, korban akan secara tidak langsung memercayai bahwa penipu tersebut benar-benar meraih kekayaan dari hasil investasi yang dijanjikan.
Mirip Tinder Swindler
Familiar dengan modus operandi semacam itu? Jika Anda pernah menonton serial dokumenter “Tinder Swindler” di Netflix , skema Pig Butchering ini tentu tidak asing. Skema penipuan Pig Butchering agak mirip dengan serial yang diangkat dari kisah nyata itu.
Dokumenter “Tinder Swindler” menceritakan seorang laki-laki “kaya” yang menipu puluhan wanita di belahan dunia lewat aplikasi Tinder. Aksi jahatnya dimulai dengan membangun hubungan cinta dan persahabatan yang palsu.
Scammers (penipu) membangun kesan pertama sebagai pebisnis atau orang yang kaya raya, seolah memiliki uang yang tidak berseri.
Di laman profil Tinder, penipu juga banyak mengunggah beragam foto-foto yang menarik nan memikat. Misalnya, naik jet pribadi, memakai jas dan pakaian mahal, berpesta pora, punya sejumlah mobil mahal, dan sebagainya.
Jadi, ketika korban mengecek laman profil tersebut, mereka akan dibuat terkagum-kagum dengan seluruh kekayaan yang dimiliki. Saat diajak bertemu langsung pun, penipu ulung itu menunjukkan citra dirinya yang sesuai dengan foto yang diunggah.
Pembawaan dan gaya bicara dari penipu pun sangat hangat dan ramah. Bahkan para korban yang diwawancarai di dokumenter tersebut mengaku mereka seperti bertemu dengan seorang “pangeran”.
Setelah mendapatkan perhatian, scammers melakukan penipuan emosional dengan menjalin hubungan asmara, membangun kepercayaan, hingga keterikatan antara satu dan yang lain sampai korban jatuh cinta.
Modus itu juga digunakan di penipuan Pig Butchering ketika mendekati korbannya.
Beda eksekusi
Setelah berhasil mengambil hati korban, penipu akan mulai berbagai macam skenario untuk mengelabuhi korban. Misalnya, dalam kasus “Tinder Swindler”, penipu mendadak butuh uang dalam jumlah yang besar untuk terhindar dari teror. Sebab, perusahaannya “yang sukses” itu dikatakan sedang dikejar oleh musuh/kompetitor perusahaan lain.
Hal tersebut mungkin tidak terdengar masuk akal. Namun, dikarenakan sang korban sudah jatuh cinta dan memiliki perasaan, ada perasaan takut dan khawatir saat penipu menginformasikan hal tersebut.
Ditambah, selama ini korban sudah mengetahui gaya hidup si penipu. Gaya hidup yang ditunjukkan adalah penipu merupakan seorang pebisnis sukses dan memiliki banyak uang. Sehingga, saat scammers meminjam uang, pasti akan dibayar.
Alhasil, korban pun akhirnya mau membantu penipu dengan mengirimkan sejumlah uang yang diminta. Permintaan meminjam uang tidak sekali dilakukan, tetapi berkali-kali. Seperti “memeras” seluruh uang yang dimiliki korban.
Penipu juga tidak segan-segan menyuruh korban meminjam uang ke bank menggunakan kartu kredit dari nama si korban. Jadi, tindakan kriminal yang dilakukan akan lebih sulit terlacak ketika tidak menggunakan nama asli.
Padahal, kenyataannya uang tersebut digunakan untuk berfoya-foya bersama dengan wanita lain di negara yang berbeda.
Cara ini agak sedikit berbeda dengan Pig Buthcering. Setelah mendapat kepercayaan korban, pelaku akan mengajaknya untuk berinvestasi di sebuat platform trading kripto.
Dengan diiming-imingi keuntungan yang besar, tidak sedikit korban yang akhirnya terbujuk berinvestasi di platform investasi kripto bodong dalam nominal yang cukup besar. Alih-alih untung, korban justru buntung lantaran investasi yang ditanam tidak bisa dituai.
Rugi miliar rupiah
Kasus Pig Butchering telah menelan ratusan korban di berbagai belahan dunia. Menurut laporan FBI, banyak investor kripto telah menjadi korban dari penipuan Pig Butchering atau “potong babi” ini. Kerugiannya pun beragam dan cenderung dalam jumlah besar, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan dollar AS.
Forbes baru-baru ini melaporkan, seorang pria berusia 52 tahun dari San Fransisco, AS kehilangan 1 juta dollar AS (setara Rp 15,2 miliar) gara-gara penipuan Pig Butchering. Pria itu menjadi korban Pig Butchering scam setelah dihubungi oleh penipu yang berpura-pura menjadi rekan lamanya.