RedaksiHarian – Yamaha benar-benar masih jadi tim semata wayang pada MotoGP 2024.
Tim pabrikan berlogo garpu tala itu merupakan satu-satunya tim yang tidak punya tim satelit.
Selain tak punya mitra satelit, Yamaha pun masih jadi satu-satunya tim yang menggunakan mesin 4 silinder segaris di saat semua pabrikan kompetitor telah berganti ke mesin V4.
Walau ganti mesin ke V4 tidak selalu jadi jaminan bakal jadi lebih cepat, contohnya Honda, tetap saja Yamaha terlihat paling merana untuk urusan kecepatan di lintasan.
Musim lalu, Yamaha sudah kalah dari Honda selaku sama-sama pabrikan Jepang, yang setidaknya berhasil membawa satu gelar juara lewat Alex Rins di seri Americas.
Sedangkan pabrikan Iwata nihil gelar sama sekali karena Fabio Quartararo maupun Franco Morbidelli tak sanggup menjadi yang terdepan di seri manapun sepanjang 2023.
Fakta tersebut mempertegas bahwa selama MotoGP 2023 bergulir, kemenangan diraih oleh semua tim yang menggunakan mesin V4.
Berbagai rumor pun mulai muncul terkait kemungkinan niat Yamaha untuk ganti mesin ke V4 masa kini.
Tentang rumor ini, bos Ducati Gigi Dall’Igna menanggapinya dengan bijak.
Insinyur asal Italia itu mengatakan bahwa V4 memang sekarang ini menjadi mesin yang paling cocok untuk kompetisi MotoGP.
Tetapi ia juga tidak mengabaikan bahwa mesin 4 silinder segaris pun masih bisa meraih kemenangan merujuk pada apa yang Yamaha capai saat Quartararo menjadi juara dunia 2021.
“Kalau tidak, saya pasti akan melakukan sesuatu yang berbeda ketika saya tiba di Ducati,” tuturnya yang bergabung ke skuad Si Merah Borgo Panigale pada 2014 silam.
“Tetapi perlu dicatat, bahwa Quartararo pun menang dengan mesin empat silinder segaris,” ujar dia.
Dall’Igna tidak ingin terlalu mendewakan V4. Bagi dia, mesin inline-4 tetap punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, pun dengan V4.
Untuk kasus Yamaha, Dall’Igna yakin bahwa mereka masih tetap bisa mengandalkan mesin 4 silinder segaris.
Hanya saja, butuh penyesuaian yang tepat dan pengaturan yang presisi untuk mendapatkan konfigurasi terbaik di lintasan.
“Jadi menurut saya, mesin ini pun pada dasarnya tidak buruk,” ucap Dall’Igna.
“Anda tinggal memilih pemahaman dan pengaturan yang berbeda untuk karakteristik yang berbeda. Karena setiap konsep memiliki kelebihan dan kekurangan.”
Benang merah dari pendapat Dall’Igna soal nasib Yamaha adalah karena mereka masih belum memaksimalkan konsep yang digunakan dengan maksimal. Sebab itu, hasilnya juga masih kalah.
“Tugas para insinyur adalah meminimalkan kekurangan dan memanfaatkan kelebihan (mesinnya) semaksimal mungkin,” kata Dall’Igna.
“Para insinyur harus menemukan kompromi terbaik dari mesinnya. Mesin V4 memiliki lebih banyak kelebihan daripada kekurangan untuk digunakan di MotoGP. Oleh karena itu mesin tersebut jadi pilihan pertama.”
“Jika saya harus memutuskan lagi, saya akan memilih V4 lagi. Tapi, Yamaha juga masih bisa menang dengan inline-4,” ujarnya.