Taman-taman nasional AS terancam oleh perubahan iklim dan masyarakat perlu mengambil tindakan untuk melindungi taman-taman itu, kata Brendan Cummings, direktur Konservasi Center for Biological Diversity, organisasi nirlaba yang bekerja untuk melindungi spesies yang terancam punah.
Dari pesisir barat hingga timur, di 63 taman yang ikonik, pengunjung dapat melihat air terjun yang menjulang tinggi, sumber air panas berwarna-warni dan pepohonan sequoia raksasa di lanskap yang bervariasi, mulai dari lahan basah hingga gurun.
Lanskap tersebut kini di bawah tekanan, dan perubahan iklim membuatnya semakin buruk, kata Garrett Dickman, pakar ekologi hutan Taman Nasional Yosemite, kepada VOA.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika pemanasan berlanjut pada laju sekarang ini, banyak satwa liar dan vegetasi di taman-taman tersebut terancam lenyap pada akhir abad ini.
“Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar yang pernah dihadapi taman-taman nasional selama ini … [mereka] memanas dua kali lipat laju pemanasan di berbagai bagian lain negara ini,” kata Asosiasi Konservasi Taman Nasional di situs webnya.
Di berbagai penjuru AS, salah satu masalah terbesarnya adalah air, yang kadang-kadang terlalu banyak sehingga menimbulkan banjir, atau terlalu sedikit, sehingga memicu kekeringan dan kebakaran.
Taman Nasional Yellowsone
Taman Nasional Yellowstone di bagian barat AS dikenal karena satwa liarnya, sumber air panasnya yang berwarna menyolok dan jajaran pegunungannya yang indah. Taman ini juga mengalami kehancuran akibat perubahan iklim.
Selama empat hari pada Juni lalu, taman itu mencatat curah hujan yang mencapai rekor. Bersama dengan timbunan salju yang meleleh dengan cepat, hujan menyebabkan banjir yang menghancurkan serta longsoran batu yang mengikis tepian sungai dan meruntuhkan jembatan.
“Yellowstone secara historis tidak mengalami banyak banjir,” dan tidak ada peringatan bahwa banjir sehebat itu akan terjadi, kata penilik taman tersebut, Cam Sholly.
Cathy Whitlock, pakar perubahan iklim Yellowstone, menjelaskan, “Ada banyak hujan salju pada akhir musim, dengan hujan berlebihan di puncak timbunan salju, dan bukannya meresap ke tanah, air mengalir ke sungai-sungai.”
Sementara taman tersebut terus mengalami pemanasan, lanjutnya, “Kami terus mendapatkan hujan lebih banyak pada musim dingin dan kemudian sangat kering pada musim panas, yang menyebabkan kebakaran hutan semakin sering.”
Hilangnya pepohonan juga memengaruhi ekosistem.
“Kita tidak mendapatkan kembali pohon yang sama seperti yang sebelumnya terbakar, dan beberapa daerah yang dulunya berhutan kini menjadi semak belukar atau padang rumput,” kata Whitlock.
Perubahan iklim juga berdampak pada satwa liar.
“Ikan air dingin pergi ke aliran air yang lebih dingin di tempat yang lebih tinggi, dan beruang grizzly mencari sumber makanan tambahan,” lanjutnya.
Taman Nasional Yosemite
Taman Nasional Yosemite di California terkenal dengan tebing-tebing granitnya, air terjun yang menjulang tinggi dan pepohonan tua. Dalam beberapa tahun ini, semakin banyak spesies pohon dan semak yang mati karena suhu panas yang ekstrem.
“Pada musim panas ini, ada lebih banyak hari dengan suhu di atas 37 derajat Celsius dibandingkan dengan pada masa lalu,” kata Dickman. “Pohon-pohon tidak mendapatkan kelembaban yang cukup untuk bertahan hidup, sehingga mereka menjadi semakin lemah dan rentan terhadap serangga dan penyakit.”
Vegetasi yang mati seperti menambah bahan bakar ke api.
“Kami mengalami kebakaran besar dengan suhu api yang lebih panas daripada sebelumnya dan ada daerah-daerah yang berubah menjadi ladang rumput yang invasif,” ujar Dickman. “Di daerah dengan ketinggian lebih rendah, kami telah kehilangan 2,4 juta pohon.”
Perubahan iklim juga berdampak pada pohon-pohon sequoia raksasa di taman itu, yang dapat hidup sekitar 3.000 tahun. Pohon-pohon itu sangat tangguh, tetapi belum beradaptasi dengan api sekarang ini, kata Dickman. Meskipun tidak ada yang mati di taman tersebut, lanjutnya, pohon-pohon itu menunjukkan kondisi stres karena kekeringan.
Taman Nasional Joshua Tree
Pohon Joshua di Taman Nasional Joshua Tree di gurun California juga mengalami kesulitan untuk bertahan hidup karena meningkatnya suhu.
“Saya melihat banyak pohon Joshua yang mati yang terlihat seperti mati karena kekeringan atau tekanan panas,” kata Cumming yang tinggal di dekat taman itu. Pohon-pohon itu juga mati karena tikus telah menggerogoti kulit pohon sewaktu tidak ada apapun untuk dimakan karena cuaca begitu kering.
Pohon yang tumbuh dengan lambat ini tidak bisa pulih dengan cepat.
“Perlu sekitar 30 tahun sebelum pohon-pohon ini memproduksi biji dan sangat sedikit yang dapat tumbuh menjadi pohon Joshua, mungkin satu dari seribu,” jelas Cummings. Sekarang ini, semakin sulit bagi bibit tanaman itu untuk bertahan karena kerasnya iklim gurun.
“Kita mungkin memerlukan rencana untuk menanam bibit ini di tempat yang lebih tinggi dan lebih sejuk,” ujarnya.
Grand Canyon
Grand Canyon yang menakjubkan di Arizona dipahat oleh Sungai Colorado yang panjangnya 446 kilometer.
“Aliran air sungai berkurang karena perubahan pola cuaca,” kata Mark Nebel, manajer program geosains di taman nasional itu. Ia mengatakan, “Ini berdampak pada air tanah yang menjadi sumber mata air yang diandalkan satwa liar, serta vegetasi, menyebabkan kematian besar-besaran juniper, yaitu pohon-pohon kecil yang relatif tahan kekeringan.
Sungai ini juga digunakan untuk pertanian dan sumber air minum bagi jutaan orang di kawasan barat daya AS. “Kita mengambil terlalu banyak air dari sungai,” katanya kepada VOA. “Dan kita perlu mencari cara untuk menguranginya.”
Taman Nasional Everglades
Di bagian tenggara AS, Taman Nasional Everglades di Florida merupakan ekosistem lahan basah subtropics yang sangat luas.
Kenaikan permukaan air laut yang telah menyebabkan erosi pantai dan banjir di Florida Selatan juga telah mengubah Everglades.
“Kami melihat perubahan dalam kimia air, khususnya garam, dan ketinggian tanah juga semakin turun,” kata John Kominoski, peneliti Everglades dan profesor di Florida International University.
“Daerah dengan air tawar menjadi semakin asin dan lahan basah air asin menjadi tawar,” katanya, “ini dapat memengaruhi pepohonan, hutan bakau dan satwa liar.”
Kominoski mengatakan ia berharap Everglades akan tetap utuh pada masa mendatang, tetapi kunci untuk hal itu adalah pengelolaan air. “Suatu kenyataan, kita tidak akan pernah kembali ke keadaan sebelumnya,” katanya. “Karena itu kita harus mencari cara untuk maju dengan cara baru.” [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.