Tekad dan nekat yang dilakukan secara beriringan memungkinkan seseorang mencapai apa yang dicitakan. Itu pula yang dilakukan Desi Amalia Isnaini ketika membangun rumah di tanah kaveling. Kira-kira, seperti apa ya kisahnya?
Sahabat 99, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut tanah kaveling sebagai bagian tanah yang sudah dipetak-petakan dengan ukuran tertentu yang akan dijadikan bangunan atau tempat tinggal.
Alih-alih membeli tanah kaveling, sebagian orang justru memilih untuk membeli rumah secara langsung.
Beralasan lantaran membeli tanah kaveling memiliki risiko yang cukup besar.
Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Desi Amalia Isnaini, pemilik rumah Griyarjuna yang berlokasi di Malang, Jawa Timur.
Ya, berawal dari pengalaman ketika mengontrak rumah, pertimbangan untuk membeli tanah kavling semakin bulat.
Terlebih, Desi dan suami memiliki usaha yang membutuhkan sebuah ruangan khusus untuk menunjang usaha tersebut, entah sebagai gudang atau tempat produksi.
“Kami paham akan konsekuensinya bahwa kalau membangun rumah di lahan kosong tentunya membutuhkan biaya yang besar dan cash,” kata Desi kepada 99.co Indonesia.
“Di samping harus melunasi tanahnya dulu, tentu harus menabung untuk membangunnya. Mau enggak mau kami harus bersabar dan memilih ngontrak hingga 3 tahunan,” lanjutnya.
Pada akhirnya, dorongan untuk memiliki rumah idaman membuncah di benak Desi dan suami.
Sempat tak ingin membangun hunian apabila dana belum terkumpul 100 persen, Desi lantas berubah pikiran ketika tabungan yang dimiliki menyentuh 65-75 persen.
Hal ini didasari rasa letih lantaran mesti pindah-pindah kontrakan, ditambah keempat orang tua dari Desi dan suami masih lengkap sehingga nantinya ada perasaan senang ketika Desi telah membangun rumah.
“Seperti ingin membahagiakan ortu [orang tua] atau istilahnya bikin ayem dengan melihat kami sudah berumah sendiri. Berhubung ortu juga masih lengkap, jadi mereka juga ikut andil dalam proses pembangunan,” tutur Desi.
“Semisal, bapak jadi pengawas proyek yang hampir tiap hari atau mertua yang seminggu sekali ikut nengok proyek,” sambungnya.
Lika-liku Proses Pencarian Tanah Kaveling yang Tak Mudah
Dalam wawancara bersama 99.co Indonesia, Desi menyadari betul kelemahan membeli tanah kaveling.
Dari sekian banyak, ia menyebut bahwa kelemahan membeli rumah di tanah kaveling di antaranya lingkungan belum terbentuk, lama dalam perkembangan karena kebanyakan tanah kaveling dibeli untuk investasi dibandingkan untuk rumah tinggal, dan masih banyak lagi.
Namun, dengan pertimbangan tersendiri, Desi dan suami kukuh untuk membeli tanah kaveling kendati sempat merasa putus asa ketika proses pencariannya.
“Awalnya udah hopeless banget keliling dan survei ke beberapa list tanah kavelingan di Kabupaten Malang. Ada yang jalannya masih tanah, jauh dari jalan raya utama, belum ada tetangga sama sekali,” kata Desi mengisahkan.
Sampai pada akhirnya, dua ungkapan ini; “jodoh pasti bertemu” dan “usaha tidak akan mengkhianati hasil”, benar-benar dirasakan Desi.
Kala itu, suami teringat bahwa temannya sempat menawarkan tanah kaveling, dan setelah disurvei lokasinya sangat strategis.
Tak hanya itu, harganya pun masuk di kantong dan status tanahnya jelas serta boleh dicicil dalam jangka waktu 6 bulan untuk tiap satu petak kavelingan.
Griyarjuna: Rumah di Gang Arjuna
Rumah Griyarjuna milik Desi berdiri di tanah seluas 9×15 meter dengan luas bangunan 120 meter persegi.
Sementara itu, dari sisi penamaan, tak ada makna khusus dari arti Griyarjuna itu sendiri.
“Jadi nama ini berasal dari nama gang kavelingan. Biar mudah diinget aja akhirnya pakai nama Arjuna dan kosakata Griya yang artinya griyo atau rumah, jadilah Griyarjuna, rumah di Gang Arjuna,” kata Desi.
Semua desain dan dekorasi di Griyarjuna dibuat sesuka hati dengan konsep hunian lebih mengarah pada compact house.
Sebagai informasi, compact house acapkali diterapkan di perkotaan untuk mengatasi keterbatasan lahan tanpa mengesampingkan estetika.
Umumnya, konsep rumah ini mengedepankan skala prioritas ruang dan hal ini tersaji di rumah bernama Griyarjuna ini.
Dengan luas bangunan 120 m2 Desi menyebut semua ruangan yang diinginkan dapat terwujud, yakni meliputi
- ruang tamu;
- ruang keluarga;
- garasi;
- kamar tidur (3);
- kamar mandi;
- area wudhu;
- musala;
- gudang;
- area belakang; dan
- dapur open space.
Dari sekian banyak area, ruang keluarga memiliki arti tersendiri bagi Desi.
Pasalnya, di ruang keluarga-lah ia sering kali menghabiskan banyak aktivitas bersama orang-orang terkasih.
Nah, kisah perjuangan Desi Amalia Isnaini bisa jadi menginspirasi kamu yang hendak membeli tanah kaveling untuk dijadikan rumah tempat tinggal.
Meskipun tentu saja tak mudah, tetapi dengan usaha dan doa, semuanya bisa terwujud.
“Tanpa mandor, tanpa kontraktor, jangan sampai kasih kendor,” itulah kata-kata yang diutarakan Desi berbalut nama Griyarjuna lewat Instagramnya.
***
Itulah kisah pemilik Griyarjuna membangun rumah di tanah kaveling, Sahabat 99.
Semoga ulasannya menginspirasi, ya.
Baca informasi menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari rumah aman dan nyaman seperti Grand Teratai?
Yuk, kunjungi 99.co/id dan rumah123.com, karena kami selalu #AdaBuatKamu.
Artikel ini bersumber dari www.99.co.