RedaksiHarian – Timnas Argentina seharusnya belajar dari masa lalu terkait rencana penghormatan untuk Lionel Messi.
Lionel Messi menyempurnakan perjalanan kariernya saat membawa timnas Argentina memenangi Piala Dunia 2022.
Prestasi tersebut membuat Tim Tango seperti berutang budi dengan sang kapten.
Pencapaian Messi dianggap membuat nama sang megabintang menjadi sakral.
Nama besar Messi pun perlu mendapat ganjaran serupa setelah ia pensiun.
Presiden Federasi Sepak Bola Argentina, Claudio Tapia, sudah menyusun rencana sedari ini.
Claudio Tapia merasa negaranya perlu memensiunkan nomor punggung 10.
Nomor punggung tersebut dianggap harus tanpa penghuni begitu Messi gantung sepatu.
Bagi Tapia, penghormatan tersebut menjadi wujud rasa terima kasih yang bisa ia persembahkan untuk Messi.
Namun, Tapia seharusnya menilik sejarah federasinya saat mencoba memensiunkan nomor punggung.
Sebelum Piala Dunia 2002, Argentina memberi penghormatan ke Maradona dengan tidak melibatkan nomor punggung 10.
Skuad yang terdaftar untuk Piala Dunia 2002 menggunakan nomor punggung hingga 24.
FIFA akhirnya tidak menyetujui langkah tersebut dan meminta Argentina untuk mengubah nomor punggung para pemainnya.
Awalnya, FIFA meminta nomor punggung 10 dikenakan oleh Roberto Bonano yang saat itu menjadi kiper ketiga.
Argentina akhirnya mengalah dan memberikan nomor punggung tersebut kepada Ariel Ortega.
Melihat catatan sejarah ini, rencana terbaru yang digawangi Tapia juga terancam gagal.
Kegigihan Argentina pada akhirnya tidak bisa melawan peraturan dari FIFA.
Nomor punggung 10 pun dianggap masih bisa dihuni pemain lain setelah Messi pensiun.
Jasa besar Messi tetap tidak membuatnya bisa mendapat perlakuan luar biasa.
Keputusan Argentina pun tidak bisa hanya didasari oleh kepentingan pribadi.
Ada peraturan berlaku yang harus diikuti oleh setiap tim nasional yang menjadi anggota FIFA.