Mengenakan setelan jas dan topi yang dihiasi sehelai bulu burung, Rogelio Condori duduk sedikit membungkuk menghadapi sebuah meja kecil di trotoar di La Paz. Jari-jari telunjuknya lincah menekan tombol-tombol mesin ketik manual. Sementara klien menunggu di samping mejanya yang agak miring., lelaki usia 61 tahun ini mengisi sebuah formulir pajak, formulir perceraian di mesin ketik tua Brother Deluxe 1350-nya.
Dengan memungut biaya hingga tujuh bolivianos (sekitar $1) per halaman,“Kami menangani semua yang terkait dengan pajak nasional dan kadang-kadang saya mengerjakan surat cinta.”
Ia mengatakan itu dengan penuh kebanggaan yang tampak nyata dari balik masker plastik yang melindungi seluruh wajahnya. Condori dan rekan-rekannya juga membagikan advis pajak sebisa mereka.
“Kami tidak mengeluh,” kata Condori mengenai mata pencahariannya yang hanya cukup untuk membeli makanan untuk satu hari di negara miskin dengan upah minimum bulanan sekitar $320 itu.
Condori bersaing dengan sembilan juru ketik lainnya di ruas jalan yang sama, tetapi ia mengaku memiliki pelanggan tetap.
Di Bolivia, sebagian besar dokumen administratif tidak tersedia secara online dan malah harus diserahkan dalam bentuk formulir yang isinya diketik. Sekitar 60 persen rakyat Bolivia memiliki akses internet, tetapi koneksinya sering kali lambat.
“Saya tidak memiliki pengalaman yang bagus dengan akuntan dan pengacara,” kata Lazario Cucho, petani berusia 56 tahun yang menggunakan jasa Condori. “Dan lebih dari itu, mereka memungut tarif tinggi.”
Surat cinta
Sementara matahari kian tinggi, Condori membuka payung untuk meneduhkan tempat kerjanya. Di sela-sela pekerjaan yang sedang dilakukannya, ia menerima kedatangan klien, sepasang suami istri berwajah muram, yang meminta jasanya untuk mengisi formulir perceraian.
Klien lain kemudian datang untuk meminta bantuan mengetikkan formulir permohonan pinjaman ke bank. “Sekali-sekali, ada juga yang meminta diketikkan surat cinta,” kata Condori sambil tersenyum, di tengah-tengah hiruk pikuknya lalu lintas dan pedagang kaki lima di pojok jalan tempat ia bekerja selama 37 tahun ini.
Pernah, kata Condori, seorang lelaki mendekatinya untuk meminta bantuan menulis surat cinta karena hubungannya yang memburuk. Sambil mengenang pengalamannya itu, ia mengatakan, “Saya menulis: Kekasihku… jangan biarkan tahun-tahun kebersamaan kita sia-sia. Tolong pertimbangkan kembali situasi kita. Lelaki tersebut mengirim surat itu dan kembali sebulan kemudian. Ia mengatakan; ‘Mr. Rogelio, kami rukun lagi berkat surat cinta itu.”
Ia baru-baru ini mendirikan kantor, lengkap dengan koneksi internet dan komputer, tetapi ia lebih suka duduk di tempat kerjanya yang ‘menyenangkan’ di trotoar. ‘Mesin ketik lebih mudah digunakan dan lebih cepat. Kita masukkan kertas dan mulai mengetik. Komputer perlu format yang tepat. Kita perlu mengaturnya terlebih dulu,” jelasnya.
Pukul 3 sore. Inilah saatnya Condori mengemasi mejanya dan memasukkannya ke gerobak, yang kemudian ia dorong untuk disimpan di sebuah gudang di dekat tempat tersebut.
“Saya pikir pengetikan seperti ini akan berlanjut,” kata Condori mengenai pekerjaannya. “Mereka akan selalu datang untuk dibuatkan surat cinta.” [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.