RedaksiHarian – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie Mahfuddin Ismail meminta pemerintah setempat melibatkan berbagai pihak terkaitkebijakan penataan situs Rumoh Geudong yang menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM itu.
“Situs Rumoh Geudong yang kini telah diratakan dan dihancurkan, sisa bangunannya telah menimbulkan polemik dan perhatian dari banyak kalangan,” kata Mahfuddin Ismail, di Pidie, Ahad.
Rumoh Geudong merupakan tempat penyiksaan dan pembantaian terhadap masyarakat Aceh masa konflik 1989-1998 di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, dan telah diakui Pemerintah Indonesia.
Kini, tempat bersejarah tersebut telah dihancurkan untuk menyambut kedatangan Presiden RI Joko Widodo guna memulai penyelesaian non yudisial terhadap korban pelanggaran HAM berat.
Mahfuddin menyampaikan, dalam beberapa pertemuan panitia tidak pernah menyinggung soal penghancuran sisa bangunan tersebut. Melainkan hanya fokus membahas kesuksesan hadirnya Presiden RI pada acara itu nantinya.
“Pemkab Pidie wajib membuka diri untuk melibatkan berbagai pihak, supaya peristiwa ini tidak membuat polemik, dan jangan gegabah,” ujarnya.
Menurutnya, agenda kedatangan Presiden Jokowi sangat baik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat dan harus didukung, tetapi pola dan prosesnya jangan serba top down, karena dikhawatirkan bisa melahirkan luka baru bagi Aceh.
Sebenarnya, kata Mahfuddin, banyak hal lain yang harus disiapkan Pemkab Pidie untuk menyambut kedatangan Presiden Jokowi bersama 19 lembaga negara dan Dubes 21 negara, termasuk Amerika dan Uni Eropa itu.
“Pekerjaan lain yang lebih penting dikerjakan seperti mendata dan mensinkronisasi korban Rumoh Geudong, bukan hanya data 52 korban saja,” katanya.
Dirinya juga meminta Pemkab Pidie untuk membuka posko pengaduan korban yang belum terdata agar semua keadilan merata untuk korban konflik sehingga tidak menimbulkan dan membuat publik marah.
“Penyelesaian perkara Rumoh Geudong yakni solusi terbaiknya pemerintah pusat maupun Pemkab Pidie harus lebih bijaksana agar tidak menimbulkan masalah baru terhadap masyarakat,” demikian Mahfuddin.*