Pemerintah menghapus tarif pungutan ekspor untuk semua produk minyak sawit (crude palm oil/CPO) hingga 31 Agustus sebagai upaya baru untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi stok yang tinggi, kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu pada Sabtu (16/7). Ia memastikan kebijakan itu tidak akan mengganggu penerimaan negara.

Keputusan Indonesia, sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia, dapat semakin menekan harga FCPOc3, yang telah turun sekitar 50 persen sejak akhir April ke level terendah dalam lebih dari setahun.

Indonesia berjuang dalam menghadapi stok CPO yang meningkat sejak pemerintah memberlakukan larangan ekspor tiga minggu hingga 23 Mei untuk mengurangi harga minyak goreng domestik yang saat itu melambung tinggi.

Sejak pencabutan larangan tersebut, Jakarta telah menerapkan aturan tentang kewajiban untuk menjual kepada industri domestik – dikenal dengan domestic market obligation/DMO – untuk menjaga produksi di dalam negeri yang diolah untuk dijadikan minyak goreng.

Pada saat yang sama, pemerintah mencoba mengurangi stok dengan memotong pajak ekspor dan menerapkan program percepatan pengiriman. Namun laju ekspor tetap lambat dan perusahaan menyalahkan aturan DMO, serta masalah dengan mengamankan kapal kargo.

Penghapusan pungutan dimaksudkan untuk lebih mendukung kegiatan ekspor, kata Febrio Kacaribu.

“Dalam konteks penerimaan negara, (dampaknya) tidak terlalu besar,” katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pungutan ekspor minyak sawit progresif akan diterapkan mulai 1 September, dengan tarif yang ditetapkan antara $55 dan $240 per ton untuk minyak sawit mentah, tergantung pada harga.

Seorang pekerja memuat buah sawit di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. (Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang via REUTERS)

Seorang pekerja memuat buah sawit di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. (Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang via REUTERS)

Stok minyak sawit yang tinggi telah memaksa pabrik-pabrik membatasi pembelian buah sawit. Petani mengeluhkan buah mereka yang tidak terjual dibiarkan membusuk.

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Jumat (15/7), menunjukkan terdapat 7,23 juta ton minyak sawit mentah di tangki penyimpanan pada akhir Mei.

GAPKI menyambut baik langkah baru itu, tetapi merekomendasikan agar aturan DMO juga dihapus, kata Sekretaris Jenderal Eddy Martono.

“Untuk saat ini hapus DMO … sampai stok turun menjadi 3 juta hingga 4 juta ton. Masalah kami sekarang adalah persediaan terlalu tinggi,” katanya kepada Reuters. [ah]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.