Tampaknya tidak sedikit Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bergerak ke arah itu. Salah satunya dikelola oleh Eni Anjayani yang membuat perkakas rumah tangga dengan lukisan kain-kain nusantara dan menggunakan limbah seng.

Lahir di Yogyakarta dari seorang ibu yang kolektor batik, Eni Anjayani, 44 tahun, sejak remaja membantu ibunya menjual batik dan ia tertarik untuk melestarikannya, terutama yang bermotif lawasan. Kemudian timbul gagasan untuk melestarikan motif itu ke dalam lukisan batik di stoples atau kaleng krupuk.

Eni ketika mengadakan pameran di anjungannya.

Eni ketika mengadakan pameran di anjungannya.

“Lalu saya cari benda yang sangat erat dengan nuansa lawasnya Indonesia. Waktu itu saya pilih kaleng krupuk, motif lawasan seperti tiga negeri, kopi tutul. Nah motif itu saya lukiskan pertama kali di kaleng krupuk dengan bahan seng. Karena permintaan semakin meningkat, maka akhirnya saya mendapat pemasok yang menyediakan bahan dari sisa pabrik kulkas.”

Seng bekas pembungkus di petikemas

Cita-cita Eni menjadi kenyataan, yaitu memadukan niatnya antara melestarikan batik dan memanfaatkan bahan yang seharusnya dibuang.

Kandar Kusnadi, seorang pemasok seng yang disebut pengepul, menampung berbagai bahan seng dan galvalum yang ia buat untuk atap gelombang seng dan talang. Ia juga menjadi pemasok yang menyediakan plat seng dalam segala ukuran, untuk UKM Eni yang bernama Wastraloka.

“Seng-seng pembungkus barang-barang elekronik seperti kulkas dan mobil. Sisa-sisa produksi kami terima, termasuk bahan yang ditolak (reject) oleh pabrik kulkas. Dari sana sudah termasuk kategori limbah, kan… jadi kami olah sendiri, langsung saya tawarkan ke para perajin. Tinggal kami manfaatkan bagaimana perajin-perajin itu kan punya ide kreatif, ada yang membuat bakaran sate, anglo, ada yang membuat meja dan kursi dari seng itu, nanti dilukis.”

Kaleng Krupuk dengan motif Tenun Bali.

Kaleng Krupuk dengan motif Tenun Bali.

Eni mengatakan, usahanya memberdayakan kelompok masyarakat di sekitar pabriknya juga terwujud. Maka mereka yang memiliki keterampilan melukis menjadi perajinnya, sekaligus membimbing mereka agar menghasilkan produk seni tinggi dari bahan yang semula akan dibuang.

“Kami mencoba mengajak mereka untuk membuat disain sesuai dengan apa yang kami buat, jadi mereka juga mendapat nilai tambah dari hasil yang mereka kerjakan,” ujar Eni.

Cangkir tunggal bermotif batik.

Cangkir tunggal bermotif batik.

Pada awal usahanya tahun 2017, Wastraloka mendapat bimbingan dari Departemen Koperasi, seperti yang diungkapkan Rossa Novitasari. Kepala Bidang Investasi UKM Kementerian Koperasi dan UKM.

“Jadi kami juga memfasilitasi UKM-UKM yang memang berkualitas untuk mengikuti pameran yang berstandar nasional dan internasional. Memang dia mempunyai keunggulan dari visinya, manfaatnya yang memberdayakan masyarakat sekitar, kemudian juga ramah lingkungan dan juga produknya buatan tangan (hand made).”

Pelukis sedang bekerja di sanggar kerjanya.

Pelukis sedang bekerja di sanggar kerjanya.

Pihak Departemen Koperasi dan bimbingan UKM kemudian menyediakan pelatihan dan mengajak Wastraloka untuk pameran ke Korea Selatan. Hingga kini, 80% produknya masih dipasarkan di dalam negeri, namun tak jarang pula wisatawan asing yang mengunjungi sanggarnya mengagumi dan membeli produknya.

Salah seorang pengunjung dari Inggris, Roz Holland mengatakan, “Saya sangat senang mempunyai satu set poci untuk minum teh. Ini benar-benar desain bagus yang dilukis dengan tangan dan bisa untuk hadiah, juga dapat saya gunakan setiap hari. Saya sangat senang memilikinya.”

Dari pameran ke G-20

Eni Anjayani aktif mengikuti pameran dagang INA Craft. Dari sanalah produk seninya dikenal banyak orang, bahkan anjungannya sempat dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo dan ibu negara.

Pada acara G-20 Okober nanti, ia telah mendapat pesanan 1.250 botol minum dan cangkir, untuk cindera mata bagi para tamu peserta G-20.

Presiden Joko Widodo dan ibu negara mengunjungi anjungan Wastraloka.

Presiden Joko Widodo dan ibu negara mengunjungi anjungan Wastraloka.

“Cangkir untuk G-20 dengan nuansa batik yang warnanya mendekati logo G-20 yang merah dan biru itu untuk rangkaian menuju puncak acara G-20 nanti”.

Sesuai dengan namanya, Wastraloka, yaitu tempat bagi kain-kain tradisional nusantara, maka melalui sentuhan sekitar 20 perajin di pabriknya di Yogyakarta itu, bahan dari limbah seng itu tidak hanya dilukis dengan motif batik, namun juga berbagai motif tenun nusantara yang dilukis di aneka perkakas rumah tangga. [ps/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.