redaksiharian.com – Direktur PT Laba Forexindo BerjangkaIbrahim Assuaibi menilai kurangnya kemajuan dalam negosiasi perihal plafon utang (debt ceiling) Pemerintah Amerika Serikat senilai 31,4 triliun dolar AS masih menjadi faktor pelemahan rupiah pada penutupan perdagangan Rabu ini.
“Pembicaraan antara kedua partai politik berlanjut tentang pencabutan plafon utang pemerintah AS 31,4 triliun dolar AS. Setiap kemajuan tampaknya sulit dimenangkan dan hanya ada sedikit tanda kesepakatan akan tercapai dalam waktu dekat,” ucap Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Selama seminggu terakhir, sejumlah pejabat The Fed disebut telah berbicara dengan sikap hawkish tentang kebijakan moneter Bank Sentral AS. Sikap ini menunjukkan perhatian utama terhadap kebijakan moneter dalam denominasi dolar AS.
Di sisi lain, lanjutnya, Bank of England menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin awal Mei 2023. “Angka ini kemungkinan akan memperkuat ekspektasi bahwa Bank Sentral akan terpaksa menaikkan suku bunga lagi pada bulan Juni 2023,” ujarnya.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir perdagangan Rabu melemah 25 poin atau 0,17 persen menjadi Rp14.900 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp14.875 per dolar AS.
Sepanjang Rabu, pergerakan rupiah dimulai dari Rp14.876 per dolar AS hingga Rp14.920 per dolar AS.
Analisis DCFX Lukman Leong menganggap pelemahan rupiah terhadap dolar AS belakang ini hanya sementara dari faktor eksternal di Negeri Paman Sam, yakni kekhawatiran terhadap debt ceiling.
“Rupiah melemah, tertekan oleh sentimen risk off di pasar serta penguatan dolar AS dari kekhawatiran seputar debt ceiling,” ucap dia.
Menurut dia, kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatasi pelemahan rupiah sudah cukup akomodir, inflasi sudah mendekati target, dan rekor surplus cadangan devisa yang meningkat.
Artinya, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini dipengaruhi kuat oleh sentimen eksternal.