Panel kongres yang menyelidiki serangan 6 Januari ke Gedung Capitol pada tahun lalu, Selasa (12/7), menuduh mantan presiden Donald Trump telah memicu kekacauan dengan sebuah “undangan yang menghebohkan” yang ia sampaikan pada pendukungnya agar datang ke Washington untuk berusaha memblokir sertifikasi kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden pada 2020.
Komite itu mengatakan cuitan Trump yang dibuat pada dini hari pada 19 Desember 2020, diunggah setelah ia tidak menghiraukan saran yang datang berulang-ulang dari penasihatnya di Gedung Putih agar menerima kenyataan kekalahannya. Penasihatnya juga telah mengingatkan Trump bahwa tidak ada bukti terjadinya kecurangan yang mampu membalikkan hasil pemilihan.
Sebaliknya, setelah pertemuan panjang yang disertai makian di Gedung Putih antara dua kubu, yaitu staf yang mendukung perlawanan Trump terhadap hasil pemilihan, dan staf yang menyarankan agar Trump menerima kekalahan, Trump lalu mencuit “secara statistik tidak mungkin saya kalah dalam pemilihan 2020. Protes besar di DC pada 6 Januari. Hadirilah, akan banyak orang yang hadir!”
Komite itu memperlihatkan cuplikan video dari para pendukung Trump yang paling fanatik yang mendesak orang-orang lain untuk bertemu di Washington dan berusaha memblokir Kongres melakukan sertifikasi kemenangan Biden.
Dalam salah satu cuplikan, terlihat Alex Jones seorang penganut teori konspirasi mengatakan, “Ia (Trump.red) sekarang menyerukan kepada rakyat. Masa bermain-main sudah lewat.”
Anggota panel Jamie Raskin mengatakan, cuitan Trump itu “menggema sangat kuat di dunia maya.”
Komite tersebut juga memeragakan cuplikan video dari Steve Bannon, mantan staf Trump, sehari sebelum pemberontakan berlangsung pada 6 Januari 2021. Dalam Video tersbeut, Bannon mengatakan, “Semua kekisruhan akan meledak besok. Saya peringatkan, ‘Bersiaplah.’”
Komite itu juga memperdengarkan rekaman suara seorang pegawai Twitter, yang mengatakan bahwa cuitan Trump itu “merupakan (salah satu) bentuk untuk mengorganisir massa. Pemimpinnya meminta pengikutnya agar bergabung dengannya.”
Dalam kesaksian yang direkam, pengacara kepresidenan di Gedung Putih, Pat Cipollone mengatakan dia setuju bahwa Trump seharusnya mengakui kekalahan, sebagaimana juga dikemukakan oleh Ivanka, putri Trump, yang waktu itu menjabat sebagai penasihat Gedung Putih.
Sebaliknya, setelah pertemuan di Gedung Putih pada malam 18 Desember 2020, Trump malah menerima saran dari dua penasihat hukumnya, mantan Wali Kota New York Rudy Giuliani dan Sidney Powell, serta eksekutif bisnis Patrik Byrne. Mereka menyarankan agar Trump melanjutkan perlawanan terhadap hasil pemilihan sehingga dapat kembali berkuasa untuk masa jabatan empat tahun berikutnya.
Kesaksian lainnya dalam sidang yang digelar pada Selasa (12/7) berfokus pada peran dari Proud Boys, sebuah kelompok neo-fasis, dan Oath Keepers, sebuah kelompok ekstrem sayap kanan lainnya yang mendukung pemilihan Trump.
Lima pemimpin Proud Boys sudah dikenakan tuduhan konspirasi terkait pembrontakan di Capitol dan sedang menunggu sidang peradilan tahun ini. Tuduhan sama dilancarkan terhadap 11 anggota Oath Keepers, di mana tiga di antaranya sudah mengaku bersalah.
Trump mengecam penyelidikan komite tersebut dan menyebut ke sembilan anggotanya, yang terdiri dari tujuh anggota Partai Demokrat dan dua anggota Partai Republik yang berseberangan dengan Trump sebagai “para bajingan dan penipu politik.” [jm/my]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.