redaksiharian.com – Pakistan hanya berkontribusi kurang dari 1 persen atas emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan pemanasan global .

Meski demikian, Pakistan menjadi negara yang diterpa bencana dahsyat akibat pemanasan global dan krisis iklim.

Pakistan dilanda banjir bandang akibat curah hujan yang intens dan datang lebih dulu dari biasanya. Banjir di Pakistan dilaporkan merenggut lebih dari 1.100 nyawa sejak Juni hingga Selasa (30/8/2022).

Tidak hanya korban jiwa, banjir Pakistan juga telah menghancurkan sekolah, rumah, dan jembatan, sebagaimana dilansir .

Para pejabat Pakistan memperkirakan, total kerugian material akibat bencana tersebut akan mencapai 10 miliar dollar AS.

Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Pakistan mengatakan, pemulihan bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun. Dan kemungkinan pemulihan masih bisa terganggu akibat bencana lain.

“Kami secara konsisten melihat kerusakan iklim dalam bentuk banjir, musim hujan, kekeringan yang luas, gelombang panas yang ekstrem,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari dalam sebuah wawancara dengan Eleni Giokos dari CNN pada Selasa.

“Dan sejujurnya, rakyat Pakistan, warga Pakistan, harus membayar dengan harga yang mahal berupa nyawa mereka, mata pencaharian mereka, demi industrialisasi negara-negara kaya yang telah mengakibatkan perubahan iklim ini,” sambung Zardani.

Krisis iklim menimbulkan ketidaksetaraan yang sangat mencolok. Negara yang paling sedikit berkontribusi terhadap GRK justru yang paling parah menerima akibatnya, contohnya Pakistan.

Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan: siapa yang harus membayarnya, terutama untuk kerusakan yang dihadapi negara-negara seperti Pakistan?

Pada Selasa, PBB mengeluarkan seruan dana darurat senilai 160 juta dollar AS, namun tidak cukup untuk menutupi perkiraan kerugian sebesar 10 miliar dollar AS di Pakistan.

Berbagai negara mulai dari AS hingga Turkiye turut memberikan bantuan, helikopter penyelamat, makanan, dan pasokan medis. Namun kebutuhannya lebih besar dari apa yang dunia berikan.

Bencana yang terjadi di Pakistan seakan memberikan gambaran bahwa apa yang terjadi di sana adalah efek dari kenaikan suhu bumi yang “baru mencapai” 1,2 derajat Celsius.

Di satu sisi, berbagai analisis menunjukkan bahwa suhu bumi akan meningkat 2 derajat Celsius karena belum ada tindakan serius nan tegas yang diambil dunia.

Dan para ilmuwan memperingatkan bahwa kondisi tersebut bisa menimbulkan bencana yang lebih dahsyat lagi.

Fahad Saeed, seorang ilmuwan dari Climate Analytics yang berbasis di Islamabad, mengatakan kepada CNN bahwa Pakistan berada dalam situasi yang sulit.

Pakistan membutuhkan uang untuk beradaptasi dengan krisis. Namun, karena harus membayar kerusakan yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, Pakistan akan kesulitan mencari dana yang diperlukan untuk menyesuaikan diri.

“Apa yang terjadi saat ini pada pemanasan 1,2 derajat Celsius bukan karena orang miskin di Pakistan. Mereka tidak bertanggung jawab untuk itu, dan ini memunculkan masalah keadilan iklim dalam bentuk yang sangat jelas,” ucap Saeed.

Dia menambahkan bahwa Pakistan, seperti banyak negara berkembang lainnya, perlu mengentaskan lebih banyak orang dari kemiskinan.

Namun di satu sisi, mengentaskan kemiskinan sulit dilakukan di tengah cuaca ekstrem yang berulang dengan sedikit dukungan keuangan dari luar negeri.

Saeed mengatakan, Pakistan berada dalam “posisi yang kuat” pada KTT iklim internasional COP27 di Mesir pada November, karena menjadi negara terparah yang dihantam bencana akibat perubahan iklim.

Banjir bandang akibat hujan lebat melanda Pakistan, Minggu 28 Agustus 2022