redaksiharian.com – Shell disebut mematok harga yang mahal untuk melepas hak partisipasinya di Blok Masela, mencapai US$ 1,4 miliar atau Rp 21 triliun (kurs Rp 15.000). Padahal harga termahal yang ditawarkan Shell harusnya US$ 700 juta atau Rp 10,5 triliun.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menilai harga tersebutlah yang seharusnya ditawarkan ke Pertamina. Namun ia mempersilahkan Shell mematok harga berapapun jika menjualnya ke Petronas.
“Harusnya paling mahal US$ 700 juta saja (kalau dijual ke Pertamina). Sedangkan kalau dijual ke Petronas silakan sata B2B terserah harga berapapun,” katanya saat dihubungi, Selasa (30/5/2023).
Ia menegaskan jika tak ada kesepakatan, pemerintah bisa menterminasi blok Masela sehingga Shell kemungkinan tidak menerima apapun. Nantinya blok Masela bisa ditugaskan ke Pertamina atau dilelang.
“Kalau mereka nggak sepakat, pemerintah bisa menterminasi Blok Masela. Kemudian bisa ditugaskan ke Pertamina atau dilelang. Pemerintah bisa, dasarnya UU Migas pasal 17,” lanjutnya.
Sementara itu Kementerian ESDM menegaskan tidak akan mengikuti permintaan Shell jika melepas hak partisipasi Blok Masela dengan harga kemahalan. Saat ini, Shell dengan PT Pertamina (Persero) tengah bernegosiasi untuk hak partisipasi blok tersebut.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, Shell harus memberikan harga yang wajar. Dia menuturkan, dalam bisnis harus adil.
“Kita harus wajar lah, kita harus harga wajar, kita nggak mau begitu saja menerima harga yang nggak wajar, bisnis harus fair,” katanya di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Menteri ESDM Arifin Tasrif juga sempat mengungkapkan kejengkelannya terhadap Shell karena tak kunjung melepas hak partisipasi di Blok Masela. Dia menyebut Shell mundur tapi tidak tanggung jawab.
“Dan juga sekarang ini yang merasa dirugikan ya Indonesia, kita nggak mau hal ini terjadi. Inpex ada kesungguhannya, tapi nggak tahu Shell ini udah mundur tapi nggak bertanggung jawab,” katanya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (26/5/2023).