redaksiharian.com – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun.

Adapun gugatan dilayangkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5/2023).

Dalam salah satu pertimbangan hakim menyebut bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan maifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh Presiden maupun DPR.

Penilaian dua kali tersebut dianggap dapat mengancam independensi KPK, karena dengan kewenangan Presiden maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatan kepimpinannya.

Hal ini pun dinilai berpotensi tidak saja mempengaruhi independensi, tetapi juga psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarakan diri.

Sebelumnya diberitakan, Ghufron meminta masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah diubah menjadi lima tahun.

Permintaan tersebut juga tertuang dalam judicial review (permohonan uji materi) yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi pada akhir 2022. Semula, masa jabatan pimpinan KPK adalah 4 tahun.

“Saya meminta keadilan sesuai UUD 45 pasal 27 dan pasal 28 D, agar masa jabatan pimpinan KPK disamakan dengan 12 lembaga negara non kementerian lainnya,” kata Nurul Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/5/2023).

Ia meminta masa jabatan KPK disamakan dengan 12 negara non kementerian lainnya (auxiliary state body) di antaranya, Komnas ham, Ombudsman RI, Komisi Yudisial, KPU, Bawaslu dan lain-lain.

Hal ini sesuai dalam pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan.

Oleh karena itu, menurutnya, seluruh periodisasi masa pemerintahan seharusnya adalah lima tahun.

“Karenanya, masa jabatan empat tahun akan melanggar prinsip keadilan sebagai mana pasal 27 dan pasal 28D UUD 1945 jika tidak diperbaiki atau disamakan,” ujarnya.