redaksiharian.com – Mahkamah Konstitusi ( MK ) enggan menanggapi isu ancaman dari Senayan, menjelang putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka.

“Saya tidak berkomentar soal itu. Itu wacana-wacana. Kita bicara teknis saja,” sebut juru bicara MK, Fajar Laksono, Rabu (31/5/2023).

Fajar menegaskan bahwa majelis hakim konstitusi juga belum menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), forum untuk mendiskusikan pandangan masing-masing hakim untuk menyusun putusan atas suatu perkara yang diadili.

Hari ini merupakan tenggat terakhir bagi para pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara ini untuk menyerahkan berkas kesimpulan mereka masing-masing ke MK.

Fajar berujar, semua berkas kesimpulan itu akan ditelaah dan diserahkan ke sembilan hakim konstitusi sebelum RPH diagendakan.

Kepaniteraan MK belum menjadwalkan RPH. Fajar memastikan, RPH tetap menjadi forum yang tertutup sebagaimana biasa, di mana sembilan hakim konstitusi saling menyampaikan legal opinion masing-masing.

Tidak ada batas waktu yang diatur bagi majelis hakim konstitusi untuk membacakan putusan suatu perkara.

“RPH itu agendanya membahas perkara, kemudian mengambil kesimpulan, dihadiri oleh 9 hakim konstitusi, tertutup, di lantai 16, yang dibantu oleh pegawai-pegawai yang tersumpah. Berapa lama RPH-nya, tergantung pada dinamika pembahasan itu, bisa jadi cepat, bisa jadi butuh waktu,” jelas Fajar.

“Setelah disisir semua, diteliti, sudah siap putusannya baru kemudian diagendakan sidang pembacaan putusan,” ungkapnya.

Fajar juga enggan menanggapi komentar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menganggap bahaya jika MK menentukan sistem pemilu tertentu.

Diberitakan sebelumnya, delapan fraksi partai politik di DPR, terkecuali PDI-P, mengadakan konferensi pers menyikapi dugaan bocornya informasi bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional daftar calon tertutup.

Sebelumnya, delapan fraksi ini menolak jika pemilihan legislatif dilakukan dengan mekanisme coblos logo partai saja dan menghendaki agar sistem pemilu legislatif proporsional terbuka tidak diubah.

Perwakilan fraksi Gerindra Habiburokhman mengancam akan menggunakan kewenangan DPR jika MK kukuh memutus perkara sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Kewenangan DPR yang dimaksud adalah terkait penganggaran atau budgeting terhadap institusi atau lembaga negara yang menjadi mitranya.

“Ya jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, tapi juga kita akan mengingatkan bahwa kami legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras,” kata Habiburokhman sebelum menutup konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

“Kami juga akan menggunakan kewenangan kami ya. Begitu juga dalam konteks budgeting, kami juga ada kewenangan, mungkin itu,” ujar anggota Komisi III DPR ini.