redaksiharian.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah akan menggenjot konsumsi rumah tangga pada kuartal II – 2023 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5,3% pada tahun ini.

Seperti pada 2022, konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, yakni 51,87%. Capaian ini, kata dia, didorong saat masuknya masa hari raya Idul Fitri yang jatuh pada Mei.

“Kita ketahui pertumbuhan tertinggi kita itu selalu pada kuartal di mana ada hari raya keagamaan dalam hal ini Lebaran. Nah, ini tentu kita harus memanfaatkan untuk pertumbuhan nanti di kuartal II tahun ini,” kata dia saat konferensi pers secara virtual, Senin (6/2/2023).

Tingkat konsumsi rumah tangga pada 2022 yang pada kuartal IV – 2022 sempat turun ke posisi 4,48% dari posisi kuartal III – 2022 yang tumbuh 5,39%. Namun, Airlangga yakin pertumbuhannya masih akan mampu digenjot pada tahun ini karena tingkat mobilitas masyarakat juga telah tumbuh tinggi, tercermin dari pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan 16,99% dan makanan minuman serta akomodasi 13,81%.

“Terutama dengan kembalinya mobilitas, kepercayaan masyarakat untuk beraktivitas semakin tinggi, tentu ini akan mendorong pertumbuhan,” ucap Airlangga.

“Tapi kita di dalam situasi pandemi kemarin kita sempat mendorong di kuartal II bisa mencapai angka di 7% itu di tahun 2021 sehingga di tahun 2023 ini momentum hari raya Lebaran harus kita dorong karena itu adalah bertepatan dengan kesempatan kita untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, ujar dia.

Direktur Neraca Produksi Badan Pusat Statistik Puji Agus Kurniawan sebelumnya juga telah melihat adanya peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada kuartal I-2023. Hal tersebut dapat terjadi karena didorong oleh faktor musiman dalam pola pertumbuhan ekonomi, yakni musim produksi hasil pangan dan musim hari raya.

Puji mengatakan pada kuartal IV tahun 2022, lapangan usaha sektor pertanian sedang menjalani musim tanam, dimana hasil dari tanaman tersebut mulai dihasilkan pada bulan Maret atau April 2023. Sehingga hal tersebut berpotensi mendongkrak nilai pertumbuhan dari sektor pangan yang andilnya besar dalam total produk domestic bruto (PDB) Indonesia.

“Kalau melihat pertumbuhan ekonomi, faktor seasonalnya kita harus melihat q to q. Jadi kalau kita lihat di triwulan IV ini itu rendahnya kan hanya 0,36% itu karena penurunan yang terjadi di kategori pertanian karena musim. Artinya kan yang sharenya besar kan tanaman pangan ya, ini kan baru masuk musim tanam, dia baru berproduksi di Maret atau April,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (6/2/2023).

“Jadi kalau kita lihat triwulanan pasti di triwulan IV itu pertaniannya rendah, tapi nanti di triwulan I dan II dia mulai tinggi nah ini yang menunjukkan dia pola triwulanan, ada faktor musiman,” tambahnya.

Selain itu, dia mengatakan masa puasa dan lebaran juga dapat membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2023. Pasalnya, tahun ini puasa akan berlangsung pada bulan Maret dan lebaran di bulan April.