redaksiharian.com – Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir kembali mengunjungi Kompleks Masjid Al-Aqsa. Ben-Gvir pun dikecam dunia atas aksi kontroversialnya itu.

Dilansir Jerusalem Post, Selasa (23/5/2023), Ben-Gvir menyatakan pemerintah Israel melakukan perubahan terhadap Temple Mount, situs suci umat Yahudi di kompleks yang sama, ‘secara perlahan dan diam-diam’.

Pernyataan Ben-Gvir itu dilontarkan saat dirinya menghadiri jamuan makan dalam rangka peringatan Hari Yerusalem yang digelar Otoritas Temple Mount pada Minggu (21/5) waktu setempat.

“Kita memiliki hak istimewa untuk hidup dalam generasi seperti ini. Kita memiliki hak istimewa untuk hidup dalam situasi di mana para menteri, ketua Knesset (Parlemen Israel) dan para anggota Knesset datang (ke Temple Mount). Siapa yang mengira itu akan terjadi begitu cepat? Dan itu sedang terjadi,” ucap Ben-Gvir.

“Memang benar bahwa masih ada lebih banyak proses (untuk dilalui). Ada perubahan yang sedang kami lakukan, seperti yang mereka katakan secara perlahan, pelan-pelan, secara diam-diam, secara diam-diam,” sebutnya seperti terdengar dalam video yang dirilis Otoritas Temple Mount.

Namun, tidak ada penjelasan soal ‘perubahan’ seperti apa yang dimaksud oleh Ben-Gvir. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menekankan Israel bertindak untuk mempertahankan status quo di Temple Mount.

“Israel berkomitmen untuk mempertahankan kebebasan beribadah, akses yang bebas untuk semua agama dan status quo di Temple Mount, dan tidak akan membiarkan kalangan ekstremis sarat kekerasan untuk mengubah hal ini,” ujar Netanyahu pada April lalu. Netanyahu belum memberi komentar soal pernyataan terbaru Ben-Gvir itu.

Selama ini, umat Yahudi yang mengunjungi Temple Mount diberitahu bahwa berdoa dan membawa barang-barang keagamaan, seperti buku doa atau syal doa, dilarang di dalam kompleks suci itu. Meskipun sejak akhir tahun 2019, umat Yahudi bisa berdoa dengan diam-diam di sana.

Sejak awal tahun lalu, ada beberapa kejadian ketika umat Yahudi menyampaikan doa dan bernyanyi dengan suara lantang, bahkan sambil mengibarkan bendera Israel di kompleks suci tiga agama itu. Meskipun banyak dari orang-orang itu akhirnya ditangkap.

Di masa lalu, Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa umat Yahudi memiliki hak legal untuk berdoa di Temple Mount. Namun Kepolisian Israel yang mengutip alasan keamanan memberlakukan larangan menyeluruh pada seluruh umat Yahudi untuk berdoa di kompleks suci itu.

Kunjungan terbaru Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem itu memancing kecaman internasional. Apalagi Ben-Gvir melontarkan komentar dengan menyatakan Israel ‘bertanggung jawab’ di Yerusalem.

Dilansir Jerusalem Post dan Reuters, Selasa (23/5/2023), Ben-Gvir sudah beberapa kali mengunjungi kompleks suci itu. Kompleks Masjid Al-Aqsa merupakan tempat suci bagi umat Muslim. Kompleks itu juga menjadi lokasi Temple Mount yang disucikan oleh umat Yahudi.

“Saya senang bisa mendaki ke Temple Mount, tempat paling penting bagi orang-orang Israel,” ucap Ben-Gvir saat berada di kompleks suci yang juga sering menjadi lokasi bentrokan antara umat Muslim dan Yahudi di Yerusalem.

“Harus dikatakan bahwa polisi melakukan pekerjaan luar biasa di sini dan sekali lagi membuktikan siapa yang bertanggung jawab di Yerusalem,” sambungnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga ‘Saat Kecaman Dunia ke Israel Usai Serangan ke Masjid Al-Aqsa’:

Tahun 2021 lalu, ketegangan yang terjadi di Al-Aqsa memicu perang selama 10 hari antara Israel dengan kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza. Hamas telah berulang kali memperingatkan pihaknya akan bereaksi atas apa yang dipandangnya sebagai serbuan Yahudi di situs suci itu.

Al-Aqsa sendiri berada dalam pengawasan Yordania di bawah pengaturan ‘status quo’ yang diberlakukan sejak lama untuk mengatasi ketegangan.

“Semua ancaman Hamas tidak akan (mengubah apapun), kita yang bertanggung jawab di sini di Yerusalem dan seluruh Tanah Israel,” ujar Ben-Gvir.

Kunjungan Ben-Gvir itu memicu kecaman keras dari Palestina dan beberapa negara lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu Israel. Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut kunjungan Ben-Gvir bagaikan ‘serbuan pada dini hari, seperti pencuri, ke halaman Masjid Al-Aqsa itu tidak akan mengubah kenyataan dan tidak akan memaksakan kedaulatan Israel atas itu’.

Juru bicara Otoritas Palestina, Nabil Abu Rudeineh, menyebut kunjungan itu sebagai ‘serangan terang-terangan terhadap Al-Aqsa’. Dia memperingatkan kunjungan semacam itu memiliki ‘dampak serius’.

Sementara itu, juru bicara Hamas menegaskan Israel akan menanggung konsekuensi atas ‘serangan biadab’ Ben-Gvir terhadap kompleks suci tersebut. Hamas menyerukan warga Palestina untuk semakin meningkatkan kunjungan ke Al-Aqsa.

“Berdiri sebagai benteng dalam menghadapi semua upaya untuk menajiskannya dan menjadikannya milik Yahudi,” seru Hamas terhadap warga Palestina.

Kecaman juga datang dari Kementerian Luar Negeri Yordania yang menyebut kunjungan Ben-Gvir sebagai ‘eskalasi yang berbahaya dan tidak bisa terima’ dan ‘pelanggaran hukum internasional yang mencolok dan tidak bisa diterima, dan terhadap status quo bersejarah dan sah di Yerusalem dan tempat sucinya’.

Departemen Luar Negeri AS turut menyatakan ‘prihatin’ atas kunjungan itu. AS menyebutnya sebagai ‘kunjungan provokatif’ oleh Ben-Gvir. Washington mengecam keras ‘retorika menghasut yang menyertai’ kunjungan itu.

“Ruang suci tidak boleh digunakan untuk tujuan politik, dan kami menyerukan semua pihak untuk menghormati kesuciannya. Secara lebih luas, kami menegaskan kembali posisi AS sejak lama yang mendukung status quo bersejarah di tempat-tempat suci Yerusalem dan menggarisbawahi peran khusus Yordania sebagai penjaga situs suci Muslim di Yerusalem,” tegas juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

Di bawah pengaturan status quo, umat non-Muslim bisa mengunjungi kompleks suci itu namun tidak diizinkan beribadah di sana. Namun beberapa waktu terakhir, umat Yahudi semakin menentang larangan itu dengan beribadah secara terbuka di sana.

Palestina menganggap sikap umat Yahudi yang menentang larangan beribadah sebagai provokasi dan mengkhawatirkan Israel berniat mengambil alih situs suci itu.