redaksiharian.com – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L. P. Marsudi mendukung pemberian gelar pahlawan nasional kepada Prof. Mochtar Kusumaatmadja . Ia menyebut, pemberian gelar itu sangat pantas mengingat banyaknya jasa Mochtar.
Hal itu diungkapkan Retno dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).
“Pemberian gelar pahlawan nasional bagi beliau sangatlah pantas sebagai penghormatan terhadap kontribusi beliau bagi Indonesia dan juga bagi dunia, sekaligus memastikan beliau terus menjadi inspirasi bagi generasi muda bangsa Indonesia terkhusus bagi para diplomat Indonesia,” ucap Retno, Rabu.
Retno lantas menyebutkan tiga alasannya. Pertama, Mochtar berperan penting dalam memperjuangkan pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan.
Retno bilang, hal itu merupakan sebuah capaian yang luar biasa, kemenangan dan kulminasi perjuangan diplomasi selama 25 tahun.
Indonesia berhasil memperoleh wilayah perairannya tanpa mengangkat senjata. Perairan pedalaman tidak lagi terpecah-pecah wilayahnya, tetapi menjadi lebih utuh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Sebuah deklarasi unilateral Deklarasi Juanda yang kemudian menjadi hukum internasional yang diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982 atau kita sebut UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 ini akan terus digunakan Indonesia di dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk di Laut China Selatan,” tutur Retno.
Alasan kedua, Mochtar mengedepankan soft power diplomacy. Sebagai seorang budayawan, kata Retno, ia paham betul pentingnya kebudayaan sebagai aset dari soft power.
Retno menuturkan, Mochtar sukses mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional, dari mendirikan restoran Nusantara Indonesia di New York (1986), membentuk Nusantara Chamber Orchestra (1988), hingga mengusung pameran kebudayaan Indonesia di AS (1990-1991).
Di dalam negeri, Mochtar juga mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika. Museum ini adalah pengingat tonggak kepemimpinan Indonesia, menginspirasi kemerdekaan banyak bangsa di dunia di masa itu.
“Pemanfaatan soft power dalam diplomasi merupakan sebuah terobosan pada masanya,” ucap Retno.
Alasan ketiga, lanjut Retno, Mochtar menginisiasi mediasi konflik antara Vietnam dan Kamboja.
Upaya diplomasi tersebut membuka jalan bagi rangkaian proses perdamaian dengan menghasilkan Ho Chi Minh City Understanding yang kemudian menjadi landasan pelaksanaan Jakarta Informal Meetings.
Hingga akhirnya berujung pada Paris Peace Agreement yang sampai saat ini masih diingat oleh Kamboja dan Vietnam.
“Pemikiran beliau dalam memajukan hukum internasional, soft power diplomacy dan kiprah mediasi Indonesia merupakan karakteristik polugri yang bertahan dari dulu hingga sekarang,” jelas Retno
Sebagai informasi, Mochtar adalah seorang diplomat ulung yang menorehkan beberapa kebijakan.
Mochtar pernah menjadi Guru Besar Universitas Padjajaran, Menteri Kehakiman, dan Menteri Luar Negeri.
Dia juga adalah orang Indonesia pertama yang jadi anggota International Law Commission pakar hukum dunia yang dibentuk PBB.