redaksiharian.com – PT Bukit Asam Tbk ( PTBA ) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada pekan depan, tepatnya 15 Juni 2023. RUPS dari anggota holding BUMN Tambang MIND ID ini termasuk salah satu hajatan yang paling ditunggu tunggu investor, terutama para pemburu dividen .

Dalam surat pemanggilan RUPST yang dipublikasikan pada 24 Mei 2023, terdapat 7 agenda rapat. Di antaranya persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan konsolidasian serta penetapan penggunaan laba bersih untuk dividen tahun buku 2022.

PTBA rutin membagikan dividen dengan nilai jumbo, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Tidak mengherankan jika investor kembali menantikan berkah dividen dengan nilai yang besar.

PTBA meraup laba bersih Rp 12,6 triliun pada 2022 atau naik 59,5 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 7,9 triliun. Sementara itu dari sisi Earnings Before Interest Tax Depreciation & Amortization (EBITDA) juga naik signifikan sebesar 52,6 persen secara tahunan menjadi Rp 17,7 triliun.

Angka laba bersih 2022 tersebut memecahkan rekor laba bersih tahun sebelumnya. Dua tahun berturut-turut PTBA berhasil mencetak rekor laba setelah bergabung dengan holding BUMN tambang MIND ID pada 2018 lalu.

Setelah menorehkan kinerja meyakinkan di 2022, kondisi bisnis perseroan tetap solid di sepanjang kuartal pertama tahun ini. Di sepanjang 2023, kinerja perseroan juga terdongkrak dari sisi produksi dan penjualan batu bara yang masih meningkat. Produksi batu bara PTBA pada kuartal I 2023 naik 7 persen secara tahunan menjadi 6,8 juta ton.

Dari sisi penjualan, total volume sales batu bara PTBA mencapai 8,8 juta ton atau tumbuh 26 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 7 juta ton.

Di saat yang sama, rata-rata harga jual batu bara PTBA atau yang dikenal dengan average selling price (ASP) tetap stabil di Rp 1,1 juta per ton. Stabilnya harga jual serta peningkatan volume penjualan yang signifikan tersebut, pendapatan perseroan meningkat 21 persen secara tahunan menjadi Rp 10 triliun.

Tantangan utama PTBA terletak pada kenaikan harga pokok penjualan, manajemen pun terus berupaya memaksimalkan potensi pasar dalam negeri dan peluang ekspor, serta efisiensi secara terukur di semua lini demi mempertahankan kinerja positif.

“Harga pokok penjualan mengalami kenaikan, di antaranya karena biaya jasa penambangan, bahan bakar, royalti, angkutan kereta api. Karena itu, PTBA terus berupaya memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja positif,” ujar Direktur SDM PTBA Suherman beberapa waktu lalu.

Pertumbuhan pendapatan PTBA mengungguli emiten batu hitam lainnya seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) hingga PT Kideco Jaya Agung (Kideco) yang merupakan bagian dari PT Indika Energy Tbk (INDY). Pada kuartal I-2023, ITMG mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 12 persen secara tahunan sementara untuk Kideco naik 17 persen.

Ke depan, kinerja bisnis PTBA akan ditopang oleh kinerja operasionalnya yang akan terus membaik. Pada kuartal I-2023, nisbah kupas atau dikenal dengan Stripping Ratio (SR) konsolidasian PTBA berada berada di 7,1x. Namun, dalam beberapa kuartal ke depan SR PTBA diekspektasikan menurun.

“Kami perkirakan stripping ratio akan kembali normal pada kuartal selanjutnya sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh perseroan sebesar 6,3x, setelah aktivitas pra-pengupasan di tambang Air Laya menjadi normal di kuartal berikutnya,” tulis Ciptadana Sekuritas dikutip Kompas.com dalam laporan risetnya.

Dalam dunia pertambangan, stripping ratio merupakan salah satu indikator operasional perusahaan yang mengindikasikan rasio jumlah material yang harus dikupas (overburden removal) untuk mendapatkan bijih atau material yang diinginkan.

Stripping ratio juga menunjukkan beban operasional dalam industri pertambangan. Semakin tinggi rasionya, maka bebannya pun akan semakin besar dan dapat menggerus laba. Untuk kasus PTBA, penurunan stripping ratio bisa menjadi katalis positif untuk profitabilitas perseroan.

Selain kemampuan perseroan dalam mencapai target operasionalnya seperti pencapaian volume penjualan serta upaya untuk menekan beban dengan penurunan stripping ratio, hal menarik lain dari kondisi bisnis PTBA adalah likuiditas yang dimiliki perseroan.

Selain itu, PTBA tergolong sebagai perusahaan tambang batu bara dengan nilai kas yang besar. Hal tersebut tercermin dari posisi kas dan setara kas perseroan pada kuartal I-2023 yang mencapai Rp 15,5 triliun atau setara dengan 46,4 persen dari total aset.

Secara historis kondisi likuiditas yang tercermin dari kas dan setara kas PTBA juga terus mengalami perbaikan. Porsi kas dan setara kas terhadap total aset meningkat. Porsi kas dan setara kas PTBA terhadap total aset pada akhir 2022 mencapai 45,4 persen, naik dari 36,1 persen pada akhir 2021 dan nyaris dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2020.

Bisa dibilang hampir 50 persen aset PTBA merupakan aset yang likuid. Dengan kekuatan likuiditas yang besar, maka hal tersebut dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham termasuk MIND ID melalui pembagian dividen.

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kompas.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.