redaksiharian.com – Iklan pinjaman online ( pinjol ) banyak bermunculan di berbagai kanal mulai dari Youtube, Facebook, dan media sosial lain.

Namun begitu, terdapat iklan pinjol yang terindikasikan melanggar peraturan dan berpotensi dapat merugikan masyarakat.

Sejak 2022 sampai kuartal I-2023, Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) telah mengeluarkan 25 surat penghentian publikasi terkait dengan iklan fitech lending atau pinjaman online (pinjol).

OJK juga mengeluarkan satu panggilan konfirmasi tindak lanjut karena pelanggaran berulang terkait iklan pinjol.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, pelanggaran terbanyak yang terjadi dalam iklan fintech lending terkait dengan pencantuman pernyataan berizin dan diawasi OJK.

Selain itu, muncul juga iklan yang tidak menunjukkan kelengkapan informasi seperti ketersediaan hadiah, periode program, syarat dan ketentuan yang tidak lengkap, serta tidak adanya tautan yang spesifik.

“Pada tahun 2022, terdapat 2 surat penghentian materi publikasi karena menampilkan cara pendaftaran yang diduga tidak sesuai dengan prosedur,” ujar dia kepada Kompas.com, Kamis (14/6/2023).

Selain itu, wanita yang karib disapa Kiki tersebut juga menjelaskan, terdapat iklan pinjol pula yang menampilkan simulasi perhitungan pinjaman yang tidak lengkap, sehingga berpotensi tidak akurat.

“Ada pula pelanggaran (iklan pinjol) yang membandingkan dengan produk lain tanpa data pembanding yang kredibel dan akurat,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Kiki menerangkan, ketentuan terkait iklan telah dituangkan dalam POJK No. 06 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Sektor Jasa Keuangan.

Salah satunya, beleid tersebut mengatur lembaga jasa keuangan untuk menyampaikan informasi terkait produk secara jelas, akurat, benar, mudah diakses dan tidak berpotensi menyesatkan konsumen.

“Selain itu, terdapat panduan berupa pedoman iklan jasa keuangan yang memberikan penjelasan mengenai kategori penyampaian informasi dalam iklan yang tergolong akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan,” ungkap dia.

Sedikit informasi, dalam pelaksanaan pemantauan OJK, terhadap 21.373 iklan pada 2022 yang dilakukan melalui Sistem Pemantauan Iklan Jasa Keuangan (SPIKE). Dari jumlah tersebut terdapat 460 iklan yang melanggar ketentuan perlindungan konsumen dan masyarakat.

Belanja iklan pinjol menjadi satu variabel yang penting dalam kaitannya dengan proses akuisisi konsumen.

PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) mengakui terdapat dana yang signifikan dikeluarkan untuk akuisisi konsumen (consumer acquisition) melalui belanja iklan.

AdaKami sendiri merupakan fintech peer-to-peer lending yang memiliki fokus untuk penyaluran dana ke sektor konsumtif.

Presiden Direktur AdaKami Bernardino Moningka Vega mengatakan, terdapat biaya signifikan untuk memasang iklan di berbagai kanal seperti Youtube, Facebook, dan berbagai kanal digital lainnya.

Customer accusition jadi kunci. Bagaimana kami bisa mengambil satu pelanggan dan itu sangat tergantung bagaimana kami memasarkan produk,” ujar dia dalam acara Media Lucheon, Selasa (13/6/2023).

Pria yang karib disapa Dino ini menekankan, akuisisi konsumen melalui iklan merupakan hal yang penting untuk platform fintech lending.

“Iklan kami dalam customer accusition sangat kunci dalam keberhasilan platform, bagaimana mengakuisisi satu pelanggan dan berapa kali dia akan pinjam nantinya. Itu sangat tergantung pemasaran iklan itu,” imbuh dia.

Di sisi lain, Dino menyadari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki perhatian yang lebih terhadap iklan yang dipasarkan lembaga jasa keuangan termasuk fintech lending.

Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) optimistis, kinerja industri fintech lending masih akan tumbuh pada 2023.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menjelaskan, kinerja industri fintech lending dapat tumbuh secara penyaluran pembiayaan. Namun demikian pertumbuhannya mungkin mengalami perlambatan.

“Nominalnya masih naik, tapi ada pelemahan di pertumbuhannya. Itu juga kami alart, waspada, tidak boleh dibiarkan juga,” ujar dia dalam acara Media Lucheon, Selasa (13/6/2023).

“Kami harus tahu kenapa ada perlambatan,” imbuh dia.

Pihaknya harus memastikan, perlambatan penyaluran pembiayaan fintech lending tidak disebabkan oleh kapasitas bisnis yang menyusut, manajemen risiko dan tata kelola yang kurang baik.

“Kalau perlambatannya karena faktor makro ekonomi, seperti krisis, itu okelah,” tandas dia.