redaksiharian.com – Bagi wisatawan yang ingin mengenal berbagai jenis kain tenun di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), cobalah menjelajahi kawasan wisata kain tenun Puncatiti Congkar di utara Kabupaten Manggarai Timur.
Puncatiti berasal dari dua kata, punca dan titi. Punca artinya benang dan titi berarti angkat.
Puncatiti merupakan proses mengangkat, merajut, dan mengolah benang menjadi hasil tenun.
Kain ini merupakan warisan leluhur yang dipergunakan untuk berbagai keperluan adat dan pemasukkan ekonomi keluarga. Warna dasar dari kain tenun puncatiti adalah hitam.
Para perempuan menyulam kain tenun puncatiti baik di dalam rumah maupun di antara dapur dan rumah besar.
Sabtu (11/3/2023), Kompas.com sempat menjelajahi kawasan Puncatiti Congkar.
Saat itu, saya bertemu para penenun, yakni Anastasia Ninging (50), Regina Inus (54), dan Petronela Evi (46). Mereka duduk sambil merentangkan kaki di lantai semen di rumah masing-masing di Kampung Wangkar.
Satu per satu benang halus dengan beberapa warna dimasukkan dalam cela-cela kain setengah jadi, dibantu peralatan dedang dari kayu bulat dan bambu halus.
“Saya biasa dedang kain tenun puncatiti pada pagi hari dan sore hari. Sebelum berangkat kerja di sawah dan kebun, saya bangun subuh untuk dedang. Kemudian saya melanjutkan pada sore hari,” ujar Anastasia kepada Kompas.com.
Kepala Desa Ranamese, Siprianus Wensimus menjelaskan, menenun kain tenun puncatiti dapat mendukung ekonomi keluarga.
Harga kainnya bisa mencapai sekitar Rp 500.000 per lembar.
“Kaum perempuan dapat menenun kain puncatiti, dengan nilai jual Rp 500.000 sampai Rp 600.000, per lembar,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Daftar hak intelektual tenun puncatiti
Pemuda Congkar, Apolonaris Davianus mengatakan bahwa ia sudah mendaftarkan hak intelektual tenun puncatiti melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) kain Tenun Puncatiti .
“MPIG Manggarai Timur sudah mendaftarkan Kain Tenun Puncatiti melalui Disperindagkop Manggarai Timur untuk diteruskan ke Kemenkumham RI.”
“Saat ini sedang diurus untuk mendaftarkan hak intelektual selendang Leros Congkar,” ucapnya.
Davianus menjelaskan, saat ini pemuda Congkar terus mempromosikan kain tenun puncatiti. Salah satunya dengan memakai tenun puncatiti dalam berbagai kegiatan di kampung.
“Kain tenun puncatiti sangat unik dan memiliki nilai sejarahnya,” ujar Davianus.
Adapun Puncatiti sendiri selain dikenal dengan tenunnya, juga karena cuaca sejuknya dan alam yang mempesona. Budaya setempat juga ramah terhadap tamu dan toleransi antar-penganut agama cukup tinggi.
Para tamu yang datang kerap disuguhi kopi congkar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.