Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong adanya sistem pengawasan yang melibatkan stakeholder pendidikan untuk memastikan bahwa kantin sekolah bersih dan sehat untuk melindungi anak-anak dari penularan COVID-19 maupun hepatitis akut.
Komisioner KPAI, Retno Listyarti, mengungkapkan pada tahun ajaran baru 2022/2023, pihaknya mulai melakukan pengawasan terhadap kantin sekolah karena kegiatan belajar mengajar sudah sudah normal seperti sebelum pandemi COVID-19. Peserta didik berada di sekolah selama 6-8 jam sehingga saat jam makan siang mereka masih berada di sekolah. Meskipun peserta didik diimbau membawa bekal dari rumah, tetapi sebagian besar anak tetap jajan di kantin sekolah.
Berdasarkan pengawasan KPAI yang dilakukan terhadap 15 sekolah tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di DKI Jakarta dan Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 11- 18 Juli ditemukan adanya adanya fakta mengenai keterbatasan jumlah kantin. Akibatnya, terjadi kerumunan siswa yang menyulitkan mereka untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak.
“Misalnya saya contohkan ada satu SMK muridnya 1.580, tapi jumlah kantin yang buka, kios atau lapak hanya tujuh. Nah, tujuh kantin ini melayani 1.500 murid. Jadi bisa kita bayangkan ya, meskipun tidak semuanya masuk, hanya separuhnya saja masuk ke kantin, berarti satu kios itu bisa lebih dari seratus anak yang mengantre untuk dilayani,” kata Retno Listyarti dalam Seminar Media Ikatan Dokter Anak Indonesia bertema Evaluasi PTM IDAI dan KPAI, Jumat (19/8).
KPAI, menurut Retno, mendorong dinas-dinas kesehatan di seluruh Tanah Air untuk melakukan sosialisasi kantin yang bersih dan sehat. Kementerian Kesehatan juga perlu membuat kriteria kantin sekolah yang bersih dan sehat demi kepentingan terbaik bagi anak.
Mitigasi Penularan COVID-19 di Sekolah
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Yogi Prawira, menyatakan upaya mitigasi atau pengurangan resiko infeksi COVID-19 perlu terus dilakukan di sekolah. Upaya itu antara lain dapat dilakukan dengan mengingatkan mengenai pentingnya kepatuhan memakai masker yang menutup hidung, mulut dan dagu. Selain itu juga perlu diperhatikan ventilasi ruangan kelas untuk kelancaran sirkulasi udara.
“Kalau anak-anak yang terpaksa sekolahnya sudah enam sampai delapan jam tidak cukup menggunakan satu masker saja, harus dibawakan masker cadangan,” jelas Yogi Prawira
Menurut Yogi, IDAI dan KPAI menyampaikan imbauan agar pemerintah meningkatkan 3T (testing, tracing dan treatment) serta menampilkan data terkini kasus COVID-19 terkonfirmasi secara akurat dan transparan bagi seluruh warga satuan pendidikan, terutama yang menerapkan PTM di wilayahnya.
Selain itu, orang tua dan sekolah harus berkolaborasi dan berkomunikasi dalam memastikan keamanan, kesehatan dan keselamatan anak, antara lain patuh serta disiplin dalam meneraplan protokol kesehatan dan juga melakukan tes pada anak yang memiliki gejala COVID-19.
“Kita tahu belajar hidup bersama COVID itu bukan berarti kita berpura-pura kalau COVID-19 itu tidak ada atau sudah terkendali, tapi hidup bersama COVID. Artinya kita menggunakan semua modalitas, semua upaya kita melindungi diri sendiri, orang lain dan orang-orang terkasih terutama anak-anak Indonesia sebagai masa depan bangsa,” tegas Yogi Prawira.
Berdasarkan pengawasan KPAI terhadap persiapan PTM di 60 sekolah di delapan provinsi, baru 51 persen sekolah yang sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin. Sementara 49 persen sisanya masih ditemukan kesulitan dalam menjaga jarak, kerumunan dan mobilitas yang tinggi di lingkungan sekolah. KPAI juga menemukan dari sekolah itu, sebanyak 37 persen di antaranya pernah mengalami penutupan sementara karena COVID-19. [yl/ah]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.