Mayoritas warga mengikuti informasi tentang pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan bekas Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Ini terlihat dari hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan 76,2 persen responden pernah mendengar berita bahwa Kapolri telah mengumumkan Sambo sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J. Survei ini melibatkan 1.229 responden pada 11-17 Agustus 2022 dengan tingkat kepercayaan kurang lebih 2,9 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan mayoritas responden atau 77,3 responden cukup percaya/sangat percaya bahwa Sambo merupakan otak pembunuhan Brigadir J.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. (Foto: VOA/Sasmito)

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. (Foto: VOA/Sasmito)

“Sebagian besar percaya (baca: Sambo terlibat langsung pembunuhan). Padahal kita tidak tahu apa dia ikut eksekusi atau tidak. Tapi masyarakat percaya dia sebagai otak dan eksekusi,” jelas Burhanuddin secara daring, Kamis (25/8).

Burhanuddin menambahkan mayoritas responden atau 75,6 persen percaya bahwa Sambo telah merekayasa peristiwa tewasnya Brigadir J. Atas dasar itu, publik menilai Sambo layak mendapatkan hukuman berat, termasuk hukuman mati (54,9 persen responden) atau hukuman penjara seumur hidup (26,4 persen)

Ketua Kompolnas, Irjen Pol.(P) Dr. Benny Jozua Mamoto, S.H., M.Si. (Foto: VOA/Nurhadi)

Ketua Kompolnas, Irjen Pol.(P) Dr. Benny Jozua Mamoto, S.H., M.Si. (Foto: VOA/Nurhadi)

Survei ini juga menyoroti Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto yang diduga membela Ferdy Sambo daripada mengawasi atau memberi saran agar Polri bekerja secara profesional. Dari 29,9 persen warga yang tahu tentang Benny Mamoto, 67,8 persen di antaranya percaya bahwa Benny membela Sambo.

“Karena dianggap kurang netral, sebagian besar masyarakat meminta Benny mengundurkan diri sebagai Ketua Harian Kompolnas,” tambahnya.

Menjawab tuduhan Benny Mamoto membela Sambo, Anggota Kompolnas Wahyurudhanto mengakui informasi yang disampaikan pemimpinnya soal tewasnya Brigadir J keliru. Namun, katanya, hal tersebut dikarenakan informasi yang diterima Kompolnas juga keliru. Kompolnas kemudian melihat ulang kasus ini setelah mendapat masukan dari Menko Polhukam Mahfud MD yang sekaligus Ketua Kompolnas.

“Kita punya kelemahan tidak bisa menyidik dan memanggil. Kalau Komnas HAM punya kewenangan penyelidikan. Kompolnas hanya bisa klarifikasi dan hadir dalam sidang kode etik,” jelas Wahyurudhanto.

Wahyurudhanto menambahkan Kompolnas telah mendapat tugas dari Mahfud MD terkait kasus penembakan Brigadir J. Salah satunya yaitu membuat analisa terkait kasus ini dalam waktu satu bulan ini.

Selain itu, Kompolnas akan mendorong reformasi di tubuh Polri, terutama soal kultural. Sebab, menurut Wahyu, orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini adalah orang-orang yang memiliki kompetensi yang baik di bangku kuliah. Karena itu, tidak mungkin mereka tidak mampu dalam menjalankan tugas seperti olah TKP.

Irjen Ferdy Sambo sebelum menjalankan sidang etik di Jakarta, 25 Agustus 2022, dalam tangkapan layar akun instagram Divisi Humas Polri. (Foto: Courtesy/Instagram Divisi Humas Polri)

Irjen Ferdy Sambo sebelum menjalankan sidang etik di Jakarta, 25 Agustus 2022, dalam tangkapan layar akun instagram Divisi Humas Polri. (Foto: Courtesy/Instagram Divisi Humas Polri)

“Reformasi kultural belum jalan, kalau sudah tidak seperti ini. Ini levelnya jenderal, Kombes, Kompol, AKBP ini perwira semua. Harusnya ketika diperintah melakukan hal yang salah, harusnya ditolak,” tambahnya.

Hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada Kamis (25/8) memutuskan untuk memecat Ferdy Sambo sebagai anggota Polri secara tidak hormat. Sidang ini digelar karena Sambo menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Sambo langsung menyampaikan banding atas putusan tersebut. [sm/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.