RedaksiHarian – AI Pepper Savings Bank menjadi tim terlemah dalam kompetisi Liga Voli Korea musim ini di mana mereka menelan kekalahan beruntun.
Terkini, tim yang dilatih oleh Joseph Trinsey tersebut tidak berdaya ketika melawan GS Caltex Seoul, Selasa (2/1/2024).
AI Pepper Savings Bank dihajar oleh tim legendaris Korea Selatan itu melalui straight set dengan skor 3-0 (11-25, 17-25, 21-25).
Kekalahan ini membuat tim yang diperkuat oleh Yaasmeen Bedart-Ghani semakin tenggelam di dasar klasemen sebagai juru kunci.
Opposite asal Amerika Serikat tersebut tentu tidak bisa diam saja setelah meraih rentetan kekalahan beruntun.
Dalam laga tersebut, salah satu saingan pevoli Indonesia, Megawati Hangestri Pertiwi itu memang menjadi tumpuan utama.
Yaasmeen menjadi satu-satunya pemain AI Pepper Savings Bank yang mampu meraih dua digit poin yakni 18 angka.
Usai pertandingan tersebut, dia menuangkan rasa marah diharapan para rekan-rekannya dengan suara lantang dan penuh meotivasi.
“Bukan hanya saya yang merasakannya, saya yakin Anda semua merasakan hal yang sama. Kita harus berubah dari sekarang.”
“Bukan hanya saya yang berubah, kita semua harus berubah bersama-sama. Kita tidak boleh lagi menjadi lemah.”
“Kita adalah satu tim. Jika semua orang bekerja sama, kita bisa mengatasi krisis ini,” imbuhnya.
Kemarahan pemain berusia 28 tahun tersebut sangat beralasan karena dia sedang bertarung dalam tabel top skor Liga Voli Korea.
Yaasmeen sejauh ini sudah membukukan total 459 angka dengan menduduki peringkat keempat sebagai pemain tersubur.
Posisi itu lebih baik jika dibandingkan Megawati yang membela tim Daejeon JungKwanJang Red Sparks.
Pemain asal Jember, Jawa Timur itu masih tertahan di peringkat keenam menyusul grafik permainan yang menurun dengan raihan 437 angka.
Kekalahan dari tim yang pernah menyegel gelar juara dalam sembilan musim beruntun itu juga meninggalkan rasa kecewa bagi Trinsey.
Sebagai pelatih, pria asal Amerika Serikat tersebut menegaskan timnya membutuhkan lebih dari sekadar permainan kolektif.
“Kami perlu untuk menunjukkan bahwa kami bekerja keras sebagai sebuah tim, tapi hal tersebut masih kurang,” ucap Trinsey.
Dalam kesempatan yang sama, dia juga mengakui tidak ada keterpaduan antara setter dan para penyerang.
“Kami tidak memiliki ritme yang bagus antara setter dan penyerang kami, efisiensi serangan kami dalam transisi rendah,” kata Trinsey.
“Kami mendapatkan banyak bola tapi kami tidak bisa memukulnya atau kami harus memberikannya kepada lawan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Trinsey menegaskan tidak ada tekanan kepada para pemainnya, yang ada hanyalah instruksi untuk menjalankan strategi.
“Saya rasa tidak ada tekanan kepada para pemain,” kata Trinsey, dilansir dari laman The Spike.
“Saat pelatih meminta mereka untuk bermain dengan cara ini, mereka perlu mencoba mengeksekusinya di lapangan.”
“Ini bukan tentang menyelesaikan masalah besar sekaligus, ini tentang membuat perubahan kecil satu per satu,” imbuhnya.
Meski belum berhasil keluar dari tren buruk 18 kekalahan beruntun, Trinsey belum kehabisan akal untuk memperbaiki kondisi ini.
Ikatan tim dinilai menjadi hal yang dibutuhkan timnya saat ini, di mana jika hal itu tercapai maka masalah dari sisi teknis akan bisa ditutupi.
“Saya pikir penting untuk meningkatkan jumlah waktu kami bermain dengan baik secara konsisten,” ucap Trinsey.
“Pertama-tama, kerja sama tim adalah hal penting, kami membutuhkan ikatan tim yang kuat.”
“Begitu kami memilikinya, bagian teknis akan datang dengan sendirinya, saya pikir kami harus mendapatkan hal itu lebih dulu,” imbuhnya.