Taliban Afghanistan, Kamis (25/8) menyerukan diakhirinya larangan perjalanan terhadap beberapa pemimpin mereka untuk membantu memajukan diplomasi. Sementara itu Dewan Keamanan PBB masih berselisih pendapat mengenai apakah akan mengabulkan pengecualian untuk itu.
Pengecualian dari Dewan Keamanan yang mengizinkan 13 pemimpin Taliban, termasuk Menteri Luar Negeri Amir Khan Muttaqi, bepergian ke luar negeri berakhir pada Jumat pekan lalu, setelah negara-negara anggota gagal bersepakat mengenai perpanjangan pengecualian itu.
“Larangan perjalanan ini sama artinya dengan penutupan pintu dialog dan pembicaraan. Ini menjadi penghalang bagi penyelesaian isu-isu melalui cara-cara damai,” kata Suhai Shaheen, yang memimpin kantor politik Taliban di Qatar kepada VOA.
Seluruhnya ada 135 pejabat Taliban yang dikenai sanksi, yang mencakup pembekuan aset dan larangan perjalanan, berdasarkan resolusi Dewan Keamanan tahun 2011. Namun 13 pejabat di antaranya mendapatkan pengecualian dari larangan perjalanan agar mereka dapat melakukan pembicaraan perdamaian dengan para pejabat dari negara-negara lain, termasuk AS. Dewan Keamanan secara rutin memperbarui pengecualian itu.
Pengecualian tersebut berakhir Jumat lalu setelah muncul keberatan dari negara-negara Barat mengenai perpanjangan otomatis. Mereka menyebut alasan kegagalan Taliban dalam menjunjung komitmen mereka bahwa mereka akan menghormati HAM semua warga Afghanistan, termasuk perempuan, membentuk pemerintah yang inklusif, dan memerangi terorisme.
AS dan negara-negara sekutu telah mengusulkan pemberian pengecualian larangan perjalanan itu ke para pejabat Taliban dalam jumlah yang lebih sedikit dan membatasi perjalanan mereka hanya ke Qatar, di mana para pejabat AS secara rutin mengadakan pembicaraan dengan delegasi Taliban pimpinan Muttaqi dalma beberapa bulan ini.
Namun China dan Rusia menganjurkan agar seluruh 13 pejabat dari kelompok Islamis yang merebut kekuasaan di Afghanistan setahun silam itu diizinkan terus melakukan perjalanan. Para pejabat China mengemukakan tentangan mengaitkan HAM dengan masalah perjalanan, karena menganggap itu “kontraproduktif.”
Sebelum para anggota Dewan Keamanan mencapai kesepakatan, tidak seorang pun pejabat Taliban dalam daftar sanksi yang dapat bepergian ke luar negeri.
Sementara itu, terlepas dari perbedaan pendapat mengenai apakah akan memperpanjang pengecualian larangan perjalanan, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS di Washington menekankan tentang pentingnya dialog dengan Taliban. [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.