Dalam tradisi politik di Amerika Serikat biasanya partai yang berkuasa, dalam hal ini partai Demokrat, akan mengalami kekalahan dalam pemilihan mid-term atau sela. Dalam pemilihan ini akan dipertaruhkan 435 kursi di DPR dan 35 dari 100 kursi di Senat AS. Biasanya pihak oposisi lebih bersemangat untuk meraih mayoritas dalam kedua lembaga legislatif itu.
Sebelumnya terdapat analis yang berpendapat, setelah AS berhasil mengatasi pandemi COVID-19 di bawah kepemimpinan Presiden Biden, kedudukan Partai Demokrat akan kuat dan dapat mempertahankan mayoritas mereka.
Tetapi situasi ekonomi yang ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi memupus harapan ini. Diduga harga BBM tidak akan turun sampai penyelenggaraan pemilihan sela tahun ini, meskipun angka pengangguran belum pernah tercatat serendah pada saat ini dan prospek lapangan pekerjaan sangat bagus.
VOA menghubungi Marjono Reksopuro, diaspora Indonesia yang bermukim di Portland, Oregon. Menurut dia, keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini untuk menghapus hak perempuan atas aborsi bisa menjadi berkah untuk Partai Demokrat.
“Believe it or not (percaya nggak), meskipun itu kelihatannya buruk sekali, sebetulnya ada silver lining (prospek bagus) di situ. Silver lining-nya adalah a lot of women (banyak perempuan), para ladies (ibu-ibu) ini kelihatan sekali, mereka akan berusaha mencoba menetralisir efek dari Roe vs. Wade dengan voting (memberi suara ke partai) Demokrat,” ujarnya.
Keputusan tentang aborsi ini memang kontroversial sekali, terutama untuk perempuan yang merasa bahwa pemerintah terlalu mencampuri urusan pribadi yang penting sekali.
Selain itu, isu tersebut kini diserahkan kepada negara bagian dan akan sangat ramai diperdebatkan di sana, dan masih harus dicermati apakah red states atau negara bagian yang dikuasai Partai Republik benar-benar bersedia memberlakukan produk legislatif antiaborsi yang sedemikian ekstrem.
Isu lain yang juga menggema di kalangan pemilih adalah ancaman terhadap sistem demokrasi AS di mana mantan presiden Trump terus menyebar luaskan election lies atau kebohongan politik dan berkilah bahwa dirinya dicurangi dalam pemilihan presiden 2020 tanpa menyertakan bukti.
Tetapi pembeberan konspirasi Trump, oleh Komite Penyelidik DPR, untuk menggagalkan peralihan kekuasaan yang mencapai puncaknya dengan serangan pendukungnya ke Gedung Kapitol pada 6 Januari, membuka mata banyak warga Amerika.
Dewita Soehardjono, diaspora Indonesia yang aktif di Partai Demokrat, mengatakan:, “Yang Republik itu mungkin mereka tidak akan berubah pikirannya, tetapi yang swing voters adalah independents (pemilih independen). Jadi dia bisa ke Demokrat, dia bisa ke Republikan. Mereka lihat kan kalo Republikan kaya gini jadinya, nah yang di tengah itu, independents, yang harus di-persuade (diyakinkan) bahwa mereka lebih baik vote (memberi suara) Demokrat dari pada Republikan. “
Isu terakhir yang ramai diperdebatkan adalah kepemilikan senjata api. Meskipun Undang-undang senjata yang sifatnya minimum baru-baru ini diloloskan, para pemilih tidak akan lupa bahwa ketika produk legislatif itu sedang digodok, hampir semua anggota Republik di DPR menentangnya.
Jadi di tengah kemelut ekonomi yang dihadapi oleh setiap warga Amerika, isu larangan aborsi, kepemilikan senjata api, serta penyelamatan demokrasi, masih akan bisa dimanfaatkan oleh partai Demokrat yang memegang kekuasaan di Gedung Putih. [jm/ka]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.