redaksiharian.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI ) Boyamin Saiman menilai standar Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) merosot karena tidak menahan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan dan eks Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto.
Diketahui, keduanya adalah tersangka kasus dugaan jual-beli perkara di MA.
Keduanya tidak ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di kantor KPK, pada Rabu (24/5/2023).
“Ya agak aneh dan menyayangkan KPK, kok sekarang standarnya semakin menurun,” kata Boyamin saat dihubungi, Rabu (24/5/2023).
Boyamin lantas membandingkan dengan sikap KPK terhadap mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin pada 25 September 2021.
Ia lantas mempertanyakan, keputusan KPK membolehkan Hasbi Hasan dan Dadan pulang usai menjalani pemeriksaan.
“Kalau tiba-tiba ini tidak ditahan maka KPK semakin menurun sekarang kualitasnya,” ujar Boyamin.
Menurutnya, ketika KPK telah mengantongi dua alat bukti dan penetapan tersangka dinilai sah maka pelaku korupsi seharusnya ditahan.
Kemudian, Boyamin mengatakan, KPK terkesan ragu dalam menindak pejabat struktural MA dan pengusaha tersebut.
Sikap KPK tersebut memunculkan berbagai persepsi dan membuat masyarakat memandang KPK lemah.
“Dengan tidak ditahan ini jangan-jangan kesannya KPK ragu nih buktinya enggak nahan. Jangan-jangan tidak ada alat bukti,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya tidak menahan Hasbi dan Dadan karena tidak khawatir mereka akan menghilangkan barang bukti.
Ghufron mengatakan, penahanan merupakan wewenang penyidik dan dilakukan jika terdapat kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya kembali.
“Jika terhadap tersangka tidak ada kekhawatiran tiga hal tersebut penyidik tidak akan melakukan penahanan,” kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/5/2023).
Nama Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul beberapa kali dalam persidangan kasus dugaan jual-beli perkara di Mahkamah Agung.
Salah satu terdakwa penyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera mengungkapkan, jalur lobi pengurusan perkara di MA tidak hanya dilakukan lewat bawah.
“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep dalam sidang yang digelar di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Bandung, Rabu (22/2/2023).
Sementara itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tanaka mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Transaksi itu dilakukan terkait perkara pidana Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman. MA menyatakan, Budiman terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan akta. Ia kemudian divonis 5 tahun penjara.