Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan hari Rabu bahwa pemerintahnya tidak berencana untuk mengupayakan penangkal nuklirnya sendiri dalam menghadapi kemampuan senjata nuklir Korea Utara yang kian berkembang. Sikap itu diambil bahkan ketika Korea Utara menembakkan apa yang diduga sebagai rudal jelajah ke arah laut dalam memamerkan arsenal senjatanya yang berkembang.

Seruan Yoon agar Pyongyang kembali ke diplomasi yang bertujuan memberi langkah-langkah denuklirisasinya dengan imbalan ekonomi itu muncul beberapa jam setelah militer Korea Selatan mendeteksi penembakan rudal ke laut oleh Korea Utara di Onchon, kota di pesisir baratnya. Gabungan Kepala Staf Korea Selatan tidak segera merilis rincian lebih jauh, termasuk jarak jelajah senjata tersebut.

Kantor Yoon mengatakan direktur keamanan nasional Kim Sung-han membahas peluncuran itu bersama dengan para pejabat lainnya, sebelum Yoon berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers dan meninjau kesiapan militer Korea Selatan. Ketegangan dapat meningkat lebih jauh sewaktu AS dan Korea Selatan memulai latihan bersama terbesar mereka dalam beberapa tahun ini mulai pekan depan untuk menangkis ancaman Korea Utara. Korea Utara menyebut latihan semacam itu sebagai latihan untuk invasi dan selama ini kerap menanggapinya dengan uji coba rudal atau provokasi lainnya.

Yoon mengatakan kepada wartawan bahwa Korea Selatan tidak menginginkan perubahan politik di Korea Utara yang dilakukan secara paksa. Ia menyerukan diplomasi yang bertujuan untuk membangun perdamaian berkelanjutan antara kedua negara itu di tengah-tengah ketegangan terkait program senjata nuklir Korea Utara yang dipercepat.

Pernyataan Yoon dikemukakan beberapa hari setelah ia mengusulkan paket bantuan ekonomi “berani” untuk Korea Utara jika negara itu meninggalkan program senjata nuklirnya, sambil menghindari kritik keras Korea Utara setelah negara itu mengancam “pembalasan memastikan” terkait wabah COVID-19 yang dituduhkan pada Korea Selatan.

Proposal Yoon mengenai bantuan berskala besar untuk makanan dan perawatan kesehatan serta modernisasi infrastruktur pelabuhan dan pembangkit listrik ini mirip dengan tawaran Korea Selatan sebelumnya yang ditolak Korea Utara. Pyongyang mempercepat pembuatan senjata nuklir dan rudal balistiknya, yang dianggap pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebagai jaminan kelangsungan hidup terkuatnya.

Namun, Yoon masih menyatakan mengharapkan “dialog berarti” dengan Korea Utara terkait dengan rencananya itu. Ia juga menekankan bahwa Seoul bersedia memberikan imbalan ekonomi yang sesuai pada setiap langkah pada proses denuklirisasi bertahap jika Korea Utara berkomitmen pada “peta jalan” asli untuk sepenuhnya meninggalkan program senjata nuklirnya.

“Kami tidak memberitahu mereka untuk ‘mendenuklirisasi seluruhnya terlebih dahulu dan kemudian kami akan memberikan imbalannya,” kata Yoon. “Apa yang kami katakan adalah kami akan memberikan hal-hal yang dapat dilakukan sesuai dengan langkah-langkah mereka jika mereka menunjukkan tekad kuat (ke arah denuklirisasi.)”

Hubungan antar-Korea memburuk di tengah-tengah kebuntuan dalam perundingan nuklir yang lebih besar antara Korea Utara dan AS yang mandek pada awal 2019 karena perselisihan pendapat mengenai pelonggaran sanksi-sanksi pimpinan AS yang melumpuhkan terhadap Korea Utara sebagai imbalan atas langkah-langkah perlucutan senjata.

Korea Utara telah meningkatkan uji coba rudalnya hingga mencatat laju pengujian yang mencapai rekor pada tahun 2022. Negara itu telah meluncurkan lebih dari 30 senjata balistik sejauh ini, termasuk rudal-rudal balistik antarbenuanya yang pertama dalam periode hampir lima tahun. [uh/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.