Wakil Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Anandar mengapresiasi Ombudsman yang telah memeriksa dan menangani pelaporan sejumlah organisasi masyarakat sipil tentang proses penentuan penjabat kepala daerah. Hasil ombudsman menyebutkan bahwa telah terjadi maladministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah.
Karena itu, Rivanlee mendorong Presiden dan DPR untuk memanggil dan mengevaluasi Kementerian Dalam Negeri terkait proses pengangkatan penjabat kepala daerah.
“Kami jelas kecewa dan menyayangkan putusan tersebut, karena jelas sekali, bahwa mereka melakukannya secara sewenang-wenang,” tutur Rivanlee kepada VOA, Rabu (20/7).
Rivanlee menambahkan lembaganya berharap temuan maladministrasi ini dapat mendorong Menteri Dalam Negeri lebih terbuka pada partisipasi publik dalam proses penentuan penjabat kepala daerah. Ia juga meminta kementerian segera menyiapkan usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Penjabat Kepala Daerah.
“Khawatirnya putusan maladministrasi yang tidak mengikat, akan diabaikan begitu saja, dan kita akan menerima Plt atau penjabat dari TNI Polri yang aktif,” tambahnya.
Dugaan Maladministrasi, Beberapa LSM Lapor ke Ombudsman
Sebelumnya, KontraS, LSM anti-korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melapor ke Ombudsman terkait dugaan maladministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah. Menurut mereka, Menteri Dalam Negeri tidak menyelenggarakan proses tersebut secara transparan, akuntabel, dan partisipatif oleh Menteri Dalam Negeri.
KontraS mencatat, pada 12 Mei 2022, Kemendagri telah melantik lima orang menjadi penjabat Gubernur tanpa partisipasi dari publik. Kelimanya adalah Al Muktabar (Sekretaris Daerah Banten) sebagai Penjabat Gubernur Banten; Ridwan Djamaluddin (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung; Akmal Malik (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri) sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat; Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga) sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo; dan Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri) sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Selain itu, Kemendagri juga melantik seorang perwira tinggi (Pati) TNI yang masih aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As’Aduddin menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.
Temuan Ombudsman
Hasil pemeriksaan Ombudsman kemudian menemukan tiga bentuk maladministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah. Antara lain Menteri Dalam Negeri tidak memberi tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan yang diajukan pelapor. Selain itu, pengangkatan penjabat kepala daerah juga menyimpang dari prosedur karena terdapat penjabat kepala daerah yang berasal dari TNI aktif.
Ombudsman kemudian merekomendasikan sejumlah tindakan korektif kepada Kemendagri. Antara lain menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pelapor, serta memperbaiki proses pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI.
“Menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian penjabat kepala daerah,” bunyi laporan akhir hasil pemeriksaan yang disampaikan Anggota Ombudsman Robert Endi Jaweng kepada VOA, Rabu (20/7/2022).
Kemendagri Masih Bungkam
VOA sudah menghubungi juru bicara Kementerian Dalam Negeri terkait temuan Ombudsman ini. Tapi, belum ada tanggapan dari kementerian hingga berita ini diturunkan.
Sementara terkait pengangkatan penjabat kepala dari TNI, salah satunya Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki menjadi Penjabat Gubernur Aceh, Kemendagri mengklaim pengangkatan tersebut sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Kapuspen Kemendagri Benni Irwan, Muzaki bukan perwira TNI aktif karena telah mengundurkan diri sebagai prajurit TNI.
“Statusnya saat ini sudah Purnawirawan dan beralih sebagai ASN Kemendagri dengan jabatan Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa, yang merupakan jabatan pimpinan tinggi madya,” terang Benni dalam keterangan pers, Selasa (5/7). [sm/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.