redaksiharian.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam langkah yang diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang membatasi akses ke ruang persidangan.

Tak hanya itu, KontraS melihat di persidangan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar jaksa penuntut umum (JPU) bukan lagi mewakili kepentingan negara, tapi Luhut Binsar Pandjaitan.

Pasalnya, JPU selama persidangan kerap mengaitkan hubungan pribadi Haris Azhar dan Luhut Pandjaitan . JPU seolah membuat motif, adanya podcast tersebut sebagai balasan Haris tidak diberikan saham oleh Luhut Pandjaitan .

“Padahal di akhir, Luhut sendiri menyatakan bahwa saat Haris meminta saham, hal itu untuk masyarakat adat Papua dan dalam kapasitas sebagai kuasa hukum mereka,” kata KontraS, dikutip Jumat 9 Juni 2023.

“Tindakan-tindakan ini menunjukkan adanya skenario untuk mengalihkan isu utama di sidang yaitu dugaan keterlibatan perusahaan Luhut di Papua. Fatalnya, upaya penyebarluasan isu ini dilakukan tanpa mengkonfirmasi bahkan tidak mendengarkan hingga akhir dimana setiap terdakwa diberi kesempatan untuk memberikan respon atas keterangan saksi,” katanya menambahkan.

Kuasa hukum Fatia dan Haris sempat tidak diperbolehkan masuk ke dalam sidang. Tak hanya itu, kuasa hukum yang diperbolehkan masuk juga dibatasi.

Kuasa hukum keduanya merasa keberatan. Debat panas antara hakim dan kuasa hukum tak terhindari.

Majelis hakim pun mempersilakan kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang tidak mendapat tempat duduk untuk bergantian dengan rekannya yang lain jika ingin bertanya. Namun, tidak diperbolehkan berdiri di ruang sidang, karena dinilai tidak etis.

Akhirnya, lima orang kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti keluar dari ruang persidangan.

Bukan hanya kuasa hukum, sejumlah jurnalis juga dibatasi untuk masuk ke ruang sidang. KontraS menilai kebijakan tersebut telah melanggar kebebasan pers sebagaimana mandat dari UU 40 Tahun 1999.***