Para anggota Kongres Amerika Serikat yang menyelidiki kerusuhan di gedung kongres pada 6 Januari 2021 memfokuskan sidang dengar pendapat yang digelar pada Kamis (21/7) waktu setempat, untuk mengetahui apa yang dilakukan mantan Presiden AS Donald Trump selama lebih dari tiga jam di Gedung Putih, ketika ribuan pendukungnya menerobos Kongres untuk mencoba menghentikan pengesahan kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden AS 2020.

Komite DPR AS yang beranggotakan sembilan orang itu berencana menampilkan montase rekaman video berisi testimoni para pembantu utama Trump di Gedung Putih serta menghadirkan testimoni langsung dari dua orang lainnya, yang mendukung tuduhan mereka bahwa Trump menyaksikan pemberontakan itu di televisi selama berjam-jam tanpa melakukan apa-apa untuk menghentikan pendukungnya.

Anggota DPR dari Partai Demokrat Elaine Luria, anggota komite yang akan memimpin sesi tanya-jawab pada Kamis malam itu, mengatakan kepada CNN pekan ini bahwa panel itu akan menelusuri “menit demi menit” apa yang dilakukan Trump selama tiga jam tujuh menit pada 6 Januari 2021 siang – sejak akhir pidatonya dalam aksi demonstrasi, yang mendorong pendukungnya untuk berjalan menuju gedung Kongres dan “bertempur sekuat tenaga,” hingga akhirnya meminta mereka membubarkan diri.

“Ia tidak bertindak. Ia punya kewajiban untuk bertindak. Jadi, kami akan membahasnya secara rinci,” kata Luria.

Anggota komite dari Partai Republik, Adam Kinzinger, yang juga dijadwalkan untuk menanyai para saksi, mengatakan kepada program “Face the Nation” CBS pada Minggu (17/7), “Presiden tidak berbuat banyak dan malah menonton televisi dengan gembira selama jangka waktu tersebut.”

Kedua saksi baru yang direncanakan hadir adalah mantan Wakil Juru Bicara Gedung Putih Sarah Matthews dan mantan Wakil Penasihat Keamanan Nasional Matthew Pottinger, yang mana keduanya mengundurkan diri dari jabatan mereka pada hari terjadinya kerusuhan sebagai bentuk protes atas tanggapan Trump terhadap peristiwa itu.

Selain itu, Matthews juga diharapkan dapat memberikan rincian kesaksian langsungnya atas apa yang terjadi di Gedung Putih pada hari itu, termasuk apakah Trump sudah mengetahui adanya kekerasan ketika ia mengecam wakil presidennya, Mike Pence, pada pukul 14.24 di Twitter, karena Pence menolak menghentikan pengesahan kemenangan Biden.

Trump mencuit: “Mike Pence tidak punya keberanian untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi negara dan Konstitusi kita, memberi kesempatan kepada negara-negara bagian untuk mengesahkan serangkaian fakta-fakta yang dikoreksi, bukannya fakta-fakta palsu dan tidak akurat yang diminta untuk mereka sahkan sebelumnya. AS menuntut kebenaran!”

Anggota DPR dari Partai Demokrat, Elaine Luria, yang juga tergabung dalam komite investigasi kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021, berbicara dalam sidang penyelidikan kasus kerusuhan tersebut di Gedung Capitol, pada 21 Juli 2022. (Foto: AP/J. Scott Applewhite)

Anggota DPR dari Partai Demokrat, Elaine Luria, yang juga tergabung dalam komite investigasi kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021, berbicara dalam sidang penyelidikan kasus kerusuhan tersebut di Gedung Capitol, pada 21 Juli 2022. (Foto: AP/J. Scott Applewhite)

Trump telah memohon kepada Pence, secara pribadi maupun di depan umum sebelum kerusuhan, untuk mengembalikan hasil pilpres ke negara-negara bagian di mana ia menelan kekalahan tipis, agar para pemilih yang menguntungkannya dapat menggantikan para pemilih yang menguntungkan Biden. Pakar konstitusi menyebut hal itu ilegal apabila dilakukan.

Di AS, presiden dipilih lewat pemilihan terpisah di masing-masing dari ke-50 negara bagian, bukan melalui jumlah suara populer. Jumlah suara elektoral masing-masing negara bagian bergantung pada populasinya, di mana negara-negara bagian paling besar memiliki pengaruh terbesar. Para perusuh yang menerobos gedung Kongres mencoba menghentikan para anggota untuk mengesahkan kemenangan Biden yang memperoleh suara electoral college dengan perbandingan 306-232.

Dalam rekaman video kesaksiannya, Matthews mengatakan, “Saya ingat kami mengatakan bahwa cuitan itu tidak selayaknya diunggah saat itu. Situasinya sudah cukup parah. Cuitan itu seolah menyiram bensin di atas api yang menyala.”

Pottinger mengatakan kepada panel komite bahwa cuitan Trump memicunya mengundurkan diri. “Saya membaca cuitan itu dan membuat keputusan saat itu juga untuk mundur,” katanya dalam video kesaksian.

Rekaman video para saksi yang ditampilkan sebelumnya dalam sidang, termasuk kesaksian putri Trump sekaligus penasihat Gedung Putih, Ivanka, mengatakan bahwa sang presiden mengabaikan permintaan mereka untuk secara terbuka menghentikan para perusuh.

Trump pada akhirnya merilis rekaman video setelah pukul 16.00 yang berisi permintaan agar para perusuh meninggalkan gedung Kongres AS. Dalam cuitan berikutnya, ia tampak membenarkan tindakan mereka.

“Ini semua adalah hal-hal dan peristiwa yang terjadi ketika kemenangan telak pemilu yang suci, begitu saja dan dengan kejamnya dilucuti dari para patriot hebat yang telah diperlakukan secara buruk dan tidak adil selama ini,” tulisnya. “Pulanglah dengan cinta dan damai. Ingatlah hari ini selamanya!”

Trump, yang memberi isyarat kuat bahwa dirinya akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu 2024, hingga kini mengklaim bahwa dirinya dicurangi dari apa yang seharusnya menjadi periode kedua pemerintahannya.

Ia sering mencemooh panel investigasi 6 Januari DPR AS dan mengunggah pesan ke platform media sosialnya, Truth Social, bahwa komite itu “adalah penipuan dan aib bagi Amerika.” Trump mengatakan dirinya akan mempertimbangkan untuk mengampuni lebih dari 800 pengunjuk rasa yang ditangkap saat kerusuhan terjadi apabila ia kembali terpilih sebagai presiden.

Sidang dengar pendapat Kamis malam waktu Amerika mulanya dijadwalkan sebagai sidang terakhir. Akan tetapi, para anggota komite itu mengatakan bahwa mereka terus mengumpulkan informasi terkait kerusuhan itu dan bisa saja kembali menggelar sidang dengar pendapat tambahan di bulan September atau setelahnya. [rd/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.