redaksiharian.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terbuka dengan masukan masyarakat mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.”Semuanya boleh bersuara menyatakan pendapatan tentang isu yang sedang hangat sekarang. Tapi saya harap tidak dilandasi dengan pikiran negatif lebih dulu. Karena pemerintah membuat kebijakan ini dengan niat baik menjaga laut tetap sehat,” kata Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismantodalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat.Doni mengajak semua pihak untuk melihat secara komprehensif isi peraturan tersebut, tidak hanya dari sisi ekspor pasir.Menurutnya, pemerintah menata pengelolaan hasil sedimentasi di laut utamanya untuk kepentingan ekologi.Sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, sambungnya, selama ini sudah jelas menempatkan ekologi sebagai panglima dalam membangun tata kelola kelautan dan perikanan, termasuk soal pengelolaan hasil sedimentasi di laut.”Pesan Bapak Menteri Trenggono yang beliau sudah berulang kali mengatakan bahwa panglima beliau adalah ekologi. Dalam membuat kebijakan pasti yang didahulukan beliau adalah ekologi bukan ekonomi,” tegasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Luar Negeri Edy Putra Irawady menjelaskan beberapa hal yang melatarbelakangi pemerintah menerbitkan kebijakan tata kelola sedimentasi di laut.Mulai dari kewajiban negara memastikan lautnya sehat dan bersih untuk menjamin keberlanjutan ekologi, mendukung kepentingan nasional dan adanya mandat internasional tentang kesehatan laut, serta tidaknya adanya standardisasi reklamasi selama ini yang berimbas pada kerusakan ekosistem.”Kita selama ini absen standardisasi reklamasi. Batam ini paham sekali, bagaimana dikeruk bukit-bukit untuk reklamasi karena tidak ada memasok (material). Saya sudah beberapa kali ke Busan, Korea, mereka sudah punya standardisasi reklamasi, material apa, ukuran apa, karena setiap bahan yang digunakan ada standardnya sendiri,” ujar Edy.