redaksiharian.com – Menteri Sosial ( Mensos ) Tri Rismaharini seolah mencium kejanggalan soal dugaan korupsi beras bantuan sosial (bansos) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020-2021.

Kejanggalan tersebut diungkapkan dalam konferensi pers pada Rabu (24/5/2023), sehari setelah Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menggeledah kantor Kementerian Sosial (Kemensos) hingga delapan jam pada Selasa (23/5/2023).

Dugaan korupsi ini menyangkut satu anak badan usaha milik negara (BUMN) PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics dan sejumlah pihak swasta.

KPK juga telah menetapkan beberapa tersangka. Tetapi, identitas mereka baru akan dibuka ketika penyidikan dinilai sudah cukup.

Mensos yang karib disapa Risma ini sempat menyatakan syukurnya ketika KPK menggeledah Kemensos.

Dengan cara itu, ia bisa lebih mudah mengingatkan pegawai Kemensos bekerja dengan benar dan jujur mengurusi bantuan sosial. Sehingga kejadian yang sama tidak terulang.

“Saya bersyukur kemarin kejadian, kemarin mungkin bagi orang lain itu aib atau apa, saya bersyukur. Teman-teman Kemensos juga tahu kalau mereka tidak nurut yang saya sampaikan, ya kejadian (korupsi) itu akan berulang,” kata Risma di kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).

Divisi lain terlibat

Kejanggalan pertama yang Risma temukan adalah adanya keterlibatan pihak lain dari direktorat jenderal yang berbeda.

Direktorat jenderal tersebut adalah Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos).

Padahal, program bansos beras ada di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial (Dayasos).

Risma pun menyebutnya aneh. Keanehan ini baru merupakan analisanya sebagai orang yang sedikit banyak mengerti dan mengetahui mekanisme penganggaran di tubuh pemerintahan.

Ia sendiri memiliki latar belakang sebagai mantan Wali Kota Surabaya dan pernah berkarir di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) hingga menjadi kepala Bappeda.

“Hanya yang saya tahu ini aneh, kenapa duitnya di (Ditjen) Dayasos (Pemberdayaan Sosial), kenapa kemudian ada orang dari Linjamsos turut serta. Itu saja saya yang heran,” ujar Risma.

Secara administrasi pemerintahan, menurut Risma, staf di divisi lain tidak boleh mengerjakan tugas di luar divisinya. Sebab, hal itu di luar kewenangan serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Risma lantas merasa bingung kenapa hal seperti itu justru terjadi di kementerian yang dipimpinnya.

“Bingung saya. Karena ini enggak boleh administrasi pemerintahan. Kalau di sini, ya di sini semua harus kerjakan. Saya sempat bingung saat itu. Makanya sampai sekarang saya masih bingung. Kok bisa ya?” kata Risma.

Kendati begitu, Risma enggan mengungkapkan siapa dan berapa banyak pegawai yang dimaksud. Sebab, hal ini baru merupakan analisanya.

Ia mengaku tak mengetahui secara pasti kejadiannya, mengingat saat itu belum menjabat sebagai menteri.

“Enggak, saya enggak bisa. Mohon maaf, wong itu analisaku. Aku mantan PNS jadi aku ngerti, makanya aku bingung. Tapi itu pikiranku bukan pikiran KPK,” ujar Risma.

Mutasi staf

Di sisi lain, Risma memilih untuk memutasi pegawai yang dimaksud.

Pegawai yang diduga terlibat itu tidak lagi berada di kantor pusat, dan tidak lagi memegang peranan di jabatan strategis Kementerian.

“Yang jelas semua staf itu enggak ada di sini, di kantor pusat. Sejak saya mendengar (ada dugaan itu), saya langsung pindahkan ke suatu tempat yang dia tidak memegang keuangan yang berat. Gitu, lho,” kata Risma.

Mutasi itu dilakukan agar tidak ada masalah apapun ketika ia memimpin. Apalagi, ia sudah melibatkan inspektorat jenderal untuk selalu mengawal program-program yang ada di Kemensos.

Mutasi juga dilakukan mengingat hal tersebut baru berupa dugaan-dugaan. Perlu pemeriksaan lebih lanjut terkait kebenarannya.

“Memang ada yang saya non job-kan, tapi itu harus diperiksa dulu. Saya kalau melakukan itu, karena saya bisa digugat, ya kan. Jadi mereka berhak gugat saya kalau itu tidak betul. Makanya itu ya, sudah yang penting tidak memegang (jabatan) yang strategis,” ujarnya.

Butuh aman

Secara terang-terangan, Risma menyatakan butuh aman sehingga perlu memutasi staf yang dirasa terlibat.

“Saya butuh aman, kan. Itu bagi saya mengamankan saya, gitu kan. Saya enggak tahu setelah itu mungkin dia insyaf atau apa. Tapi yang jelas bagi saya, saya butuh aman,” ungkapnya.

Akui tidak tahu

Ditanya secara pasti terkait dugaan korupsi beras bansos , Risma berkali-kali mengaku tidak tahu.

Ia beralasan, kasus itu tidak terjadi di zamannya. Sebab, ia baru saja dilantik oleh Presiden Jokowi pada bulan Desember 2020, menggantikan Juliari Batubara yang terlibat kasus korupsi bansos.

Sedangkan pada zamannya, bansos berupa barang tidak lagi diberikan.

Pemerintah mengganti pemberian bansos barang menjadi uang tunai agar nominal yang diterima lebih pasti, termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng, dan BLT BBM.

“Saya enggak tahu, bukan zaman aku. Itulah yang saya katakan kalau itu bentuk barang, pasti lebih sulit. Alangkah sulit, makanya saat saya diminta BLT minyak goreng (bentuk barang), saya enggak mau, karena itu berat pengawasannya,” bebernya.

Saat KPK datang menggeledah kantornya, Risma sendiri tengah rapat internal.

Di sela-sela rapat, ia mendapatkan informasi bahwa para penyidik KPK datang.

Seketika itu, Risma langsung menangkap maksud kedatangan para penyidik. Kemudian, ia meminta untuk bertemu dahulu dengan para penyidik sebelum melanjutkan rapat.

Ia menemui penyidik di ruang tamu. Kemudian, kembali melanjutkan pekerjaan hingga sore hari.