Kepala Bank Sentral Amerika Jerome Powell hari Jumat (26/8) menyampaikan peringatan keras tentang tekad Bank Sentral untuk melawan inflasi dengan kenaikan suku bunga yang lebih tajam. Hal ini tampaknya akan menimbulkan penderitaan bagi orang Amerika karena melemahnya perekonomian dan kehilangan lapangan pekerjaan.
Pesan itu langsung menimbulkan dampak ke Wall Street. Dow Jones Industrial Average anjlok lebih dari 3% atau 1.008 point, dan ditutup di 32.283,40.
“Ini adalah harga yang tidak menguntungkan yang harus dibayar untuk mengatasi inflasi,” ujar Powell dalam pidatonya di simposium ekonomi tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming.
“Tetapi kegagalan memulihkan stabilitas harga berarti munculnya penderitaan yang jauh lebih besar,” tambahnya lirih.
Para investor telah mengharapkan sinyal dari Powell bahwa Bank Sentral akan segera memoderasi kenaikan suku bunganya pada akhir tahun ini jika inflasi menunjukkan tanda-tanda mereda. Tetapi Powell mengisyaratkan bahwa hal itu mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, dan dampaknya adalah nilai saham-saham akan turun tajam.
Kenaikan harga yang tidak terkendali telah memperburuk perekonomian sebagian besar orang Amerika, meskipun tingkat pengangguran telah turun ke level terendah dalam setengah abad terakhir ini, yaitu di 3,5%. Hal ini juga menciptakan risiko politik bagi Presiden Joe Biden dan Partai Demokrat di Kongres dalam pemilu sela musim gugur nanti. Partai Republik telah berulangkali mengecam paket dukungan keuangan bernilai 1,9 triliun dolar yang disetujui Kongres tahun lalu karena dinilai telah memicu inflasi.
Selain Dow Jones, Standard&Poor 500 juga anjlok 3,4% atau 141,46 point – penurunan paling tajam dalam dua bulan terakhir – dan ditutup pada 4.057,66.
Saham-saham teknologi turun lebih tajam lagi, di mana Indeks Komposit Nasdaq anjlok 3,9% atau 497,56 point dan ditutup pada 12.141,71.
Sebagian pengamat di Wall Street memperkirakan perekonomian akan jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Mereka juga memperkirakan Bank Sentral akan mengubah kebijakan dan menurunkan suku bunga. Tetapi sejumlah pejabat Bank Sentral menolak hal itu.
Pernyataan Powell menunjukkam bahwa Bank Sentral berniat menaikkan suku bunga acuan lagi, menjadi sekitar 3,75% hingga 4% tahun depan. Kenaikan ini tidak akan terlalu tinggi, dengan harapan dapat memperlambat pertumbuhan sehingga dapat menakhlukkan inflasi.
Pada hari Jumat ini, ukuran inflasi yang dipantau ketat oleh Bank Sentral menunjukkan harga-harga sebenarnya turun 0,1% dari bulan Juni ke Juli. Meskipun terjadi lonjakan harga 6,3% pada Juli lalu dibanding 12 bulan sebelumnya, namun nilai itu turun dibanding lonjakan harga 6,8% pada bulan Juni – yang merupakan tertinggi sejak tahun 1982. Penurunan harga ini sebagian besar dikarenakan penurunan harga BBM.
Dalam pidatonya hari Jumat, Powell mencatat bahwa sejarah inflasi yang tinggi terjadi pada tahun 1970an ketika Bank Sentral berusaha mengatasi lonjakan harga dengan kenaikan suku bunga yang tidak dilakukan secara konsisten. Belajar dari hal itu, Bank Sentral harus tetap fokus (dalam upaya melawan inflasi), ujarnya. [em/pp]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.