redaksiharian.com – Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri ( Kemenlu ) RI, Judha Nugraha mengakui ada beberapa Warga Negara Indonesia (WNI) dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO ) yang kembali ke luar negeri setelah berhasil dipulangkan oleh Kemenlu.
Dari sekian banyak kasus TPPO yang ditangani, tidak semua WNI yang dipulangkan ke Indonesia adalah korban.
Judha lantas mencontohkan salah satu kasus yang ditangani oleh KBRI Vientiane, Laos . Dari 15 orang yang dipulangkan terkait kasus TPPO, sebanyak 11 di antaranya justru kembali lagi. Mereka bahkan bekerja di jenis perusahaan yang sama, yaitu online scam .
“Ada satu kasus KBRI Vientiane memulangkan 15 orang dan kemudian 11 di antaranya balik lagi ke luar negeri, bekerja di perusahaan yang sama. Kasusnya di Laos,” kata Judha dalam wawancara terbatas dengan beberapa awak media di Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).
Judha menyampaikan, hal ini menjadi satu dari sekian banyak tantangan yang dialami oleh garda terdepan, yaitu perwakilan RI di negara setempat.
Lebih lanjut Judha menuturkan, kasus WNI yang kembali ke negara lain untuk bekerja tercatat terjadi di hampir semua perwakilan kawasan.
“Kasus PMI yang berulang untuk orang yang sama itu tercatat hampir di semua perwakilan, di Malaysia, di (Arab) Saudi. Jadi sudah ditangani kasusnya, pulang, balik lagi,” ungkapnya.
Menurut Judha, perwakilan RI di luar negeri sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk menangani korban TPPO dan bukan korban TPPO. Jika benar korban TPPO, negara akan secara gratis memulangkan korban ke daerah asal.
Namun jika bukan, maka perlakuannya akan berbeda. Judha bilang, KBRI atau perwakilan RI di negara itu akan tetap membantu. Beban biaya pemulangan ditanggung oleh yang bersangkutan atau keluarganya.
“Jadi kita perlu melakukan edukasi supaya publik kita aware, ketika ada kasus-kasus TPPO jangan ditelan mentah-mentah bahwa itu adalah korban. Harus ada pendalaman (verifikasi terlebih dahulu),” beber Judha.
Adapun untuk mengidentifikasi korban TPPO, pihaknya mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurut UU tersebut, TPPO merupakan tindakan perekrutan dan sebagainya dengan ancaman kekerasan untuk tujuan eksploitasi.
Judha mencontohkan, mayoritas korban ditawari bekerja sebagai customer service di negara tertentu. Ketika bekerja di sana, korban diminta melakukan scamming.
“Di TPPO salah satu unsurnya itu penipuan, ditipu. Jadi dalam prinsip penanganan TPPO ada non punishment principle. Jadi tidak bisa dihukum karena melakukan tindakan kriminal yang dia lakukan (karena adanya paksaan),” jelas Judha.
Sebelumnya, Judha juga sempat mengungkap modus yang dipakai oleh pelaku TPPO di kawasan ASEAN.
Mereka ditawari bekerja di luar negeri dengan gaji antara 1.000 – 1.200 dollar AS atau setara dengan Rp 14,6 juta – Rp 17,5 juta (kurs Rp 14.600/dollar AS). Meski bergaji tinggi, korban tidak diberikan syarat skill yang dikuasai.
Setelah itu kata Judha, para korban berangkat ke luar negeri tidak menggunakan visa yang semestinya. Bukan visa bekerja, biasanya mereka menggunakan visa wisata atau visa kunjungan.
“Ini adalah modus yang dilakukan, baik yang mereka membiayai sendiri proses keberangkatan atau ada yang sudah disiapkan tiket,” ungkap Judha dalam konferensi pers di Kemenlu RI, Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Diketahui saat ini, masih banyak masyarakat yang mudah terjebak dengan modus tersebut. Hal ini tecermin dari naiknya kasus perdagangan orang yang dilaporkan dalam tiga tahun terakhir.
Dalam 3 tahun terakhir, Indonesia telah menangani dan menyelesaikan sebanyak 1.841 kasus TPPO melalui online scam.
Di Kamboja sendiri, kenaikan kasusnya mencapai 8 kali lipat. Judha menyampaikan pada tahun 2021, ia menangani 116 kasus, kemudian meningkat menjadi sekitar 800 kasus di tahun 2022.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno L. P. Marsudi pun sempat menyampaikan, kasus perdagangan orang sudah menjadi masalah regional di kawasan ASEAN, karena korbannya bukan hanya berasal dari satu negara.
WNI korban perdagangan orang kata Retno, tercatat berada di Myanmar, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos, dan Filipina. Teranyar, WNI diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terdeteksi berada di Myawaddy, lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
Sementara pada tahun lalu, Indonesia bersama otoritas di Kamboja berhasil memulangkan 1.138 WNI korban perdagangan manusia yang dipekerjakan di online scam dari Kamboja.
“Saya ingin memberikan highlight, bahwa kasus online scam ini sudah menjadi masalah regional. Masalah kawasan dengan korban berasal dari berbagai negara,” jelas Retno di kesempatan yang sama.