redaksiharian.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan hipertensi di Indonesia dikendalikan melalui transformasi sistem kesehatan yang memiliki penguatan enam pilar secara terintegrasi.

“Hipertensi sebagai salah satu penyakit prioritas di negara kita, masuk dalam transformasi sistem kesehatan mulai dari layanan primer,rujukan, masuk dalam ketahanan kesehatan,” kata Ketua Tim Kerja Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kemenkes Fatcha Nuraliyah dalam Webinar”Cegah dan Kendalikan Hipertensi untuk Hidup Sehat Lebih Lama” yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Fatcha menekankan hipertensi adalah salah satu penyakit yang mendapatkan julukan silent killer, yakni sebuah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun di awal dan harus diwaspadai oleh seluruh lapisan masyarakat.

Diketahui hipertensi telah menjadi penyebab kematian keempat di Indonesia dan merupakan faktor risiko tertinggi penyebab disabilitas.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan dari 8,8 persen penderita hipertensi hanya 50 persen yang minum obat secara teratur. Dengan rincian 2,8 persen pasien mengaku meminum obat tidak rutin, 1,3 persen tidak meminum obat, dan 4,7 persen meminum obat rutin.

Sedangkan Survei Nasional 2018 menunjukkan sebanyak 59,8 persen pasien mengaku merasa sehat dan tidak merasakan gejala apapun ketika terkena hipertensi. Kemudian 31,3 persen lainnya tidak rutin berkunjung ke fasilitas kesehatan, 14,5 persen mengonsumsi obat tradisional, 11,5 persen lupa minum obat, 8,1 persen mengaku tidak mampu membeli obat, 4,5 persen tidak memiliki efek samping, dan 2,0 persen mengatakan obat-obatan yang dibutuhkan tidak tersedia.

Melalui adanya kebijakan transformasi sistem kesehatan yang digencarkan selama 2021-2024, Kemenkes berusaha mengendalikan prevalensi hipertensi berada pada angka 34,1 persen.

Dalam pilar transformasi layanan primer misalnya, pemerintah berupaya mencegah kenaikan prevalensi hipertensi melalui pemberian edukasi bahaya hipertensi secara masif, termasuk perilaku buruk yang memicu masyarakat terkena penyakit itu. Terdapat pula pencegahan sekunder yakni menggencarkan skrining terhadap penyakit-penyakit yang jadi penyebab kematian tertinggi.

Pada transformasi layanan rujukan, kata Fatcha, pemerintah berupaya meningkatkan akses dan mutu layanan sekunder juga tersier, sehingga penanganan penderita hipertensi dapat dilakukan secepat mungkin dimanapun pasien berada.

Sedangkan upaya lain yang pihaknya lakukan untuk mengatasi hipertensi adalah dengan melakukan transformasi sistem pembiayaan kesehatan untuk hipertensi dan memperkuat pemanfaatan teknologi kesehatan yang lebih baik agar setiap pasien mendapatkan perawatan yang lebih baik.

“Protokol pengobatan yang optimal bagi kasus hipertensi di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pengobatan, sehingga hipertensi dapat terkendali dan menurunkan risiko komplikasi,” ucapnya.