redaksiharian.com – Pertunjukan wayang potehi di Kelenteng Eng An Kiong, Kota Malang, digelar setiap hari mulai Kamis (26/1/2023) hingga Maret mendatang pukul 15.30 – 17.00 WIB dan 19.00 – 21.00 WIB. Pertunjukan ini terbuka untuk umum.
Pedalang Widodo Santoso (51) mengatakan, cerita bersambung tentang berbagai kisah di China akan dibawakannya selama pentas di kelenteng di Jawa Timur ini.
Ada yang menarik, sebelum Widodo pentas pada hari pertama, para pengurus kelenteng bersembahyang terlebih dahulu untuk menentukan cerita yang akan dibawakan.
“Di hari pertama ini saja, sebelum saya pentas, para pengurus kelenteng sembahyang dulu ke dewanya, saya sodorkan beberapa cerita sampai dipilih untuk dibawakan,” kata Widodo saat ditemui pada Kamis (26/1/2023).
Widodo pentas dibantu bersama empat rekannya yang semua berasal dari Paguyuban Wayang Potehi FU HE AN asal Gudo, Jombang. Dia juga membawa satu set wayang beserta alat musik dan panggung ukiran.
Salah satu kisah yang biasanya dibawakan Widodo saat pentas seperti cerita legendaris tentang Sie Djien Kwie Tjeng Tang. Kisah itu menceritakan seorang pemuda dari rakyat jelata asal China yang kemudian hari menjadi jenderal perang sebagai pelindung kerajaan Tong Tiauw.
“Ada sekitar 20-an kisah tentang perjalanan kerajaan-kerajaan di Tiongkok,” katanya.
Meskipun saat ini penggemar wayang potehi semakin sedikit, tetapi baginya menjadi dalang sudah menjadi kesenangannya.
Dia bercerita bagaimana kejayaan wayang potehi di Indonesia pada tahun 70-an hingga awal 80-an.
“Saat itu, menurut cerita guru-guru saya, wayang potehi seperti wayang pada umumnya, ketika pentas puluhan orang yang menonton di kelenteng, banyak pedagang yang berjualan,” terang Widodo.
“Kemudian akhir 90-an itu distop sama pemerintah dari petugas sospol, waktu Orde Baru, terus sewaktu Pak Presiden Gus Dur diperbolehkan lagi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Widodo pernah mendalang wayang potehi hingga ke Taiwan, Jepang, Malaysia, dan terakhir Belanda pada 2022 lalu.
Di luar negeri, Widodo biasanya pentas menggunakan bahasa Hokkian (daerah di China) dengan dibantu penerjemah.
Sulit mencari anak muda yang bisa mendalang potehi
Kini, pria yang sudah menekuni dunia wayang potehi sejak tahun 1993 itu hanya berharap ada regenerasi. Menurutnya, saat ini sulit untuk mencari para pemuda yang bisa menjadi dalang wayang potehi.
“Saya berharap ada bentuk kepedulian dari pemerintah agar wayang potehi tetap ada,” katanya.
Padahal baginya, menggeluti wayang potehi memiliki nilai moral yakni sebagai tontonan dan menuntun orang untuk berbuat baik. Dia mengatakan, sejatinya wayang potehi merupakan ritual untuk persembahan para dewa.
“Kalau anak saya tidak berminat, tapi bersyukur ada keponakan-keponakan saya ikut latihan di paguyuban ini. Tetapi wayang potehi ini meskipun penonton tidak ada, bukan menjadi masalah karena ini ritual untuk persembahan para dewa,” katanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.