redaksiharian.comJakarta, CNBC IndonesiaKementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan uji coba penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai di tahun ini secara bertahap hingga 2025. Penerapan sistem KRIS tentu akan menghilangkan kelas dalam BPJS Kesehatan.

KRIS sendiri adalah sistem baru yang bakal diterapkan di rumah sakit, dalam rangka menggantikan layanan sistem kelas di BPJS Kesehatan.

Intinya, sistem KRIS akan menitikberatkan pada perbaikan tempat tidur dari yang selama ini bisa enam dalam satu ruang rawat inap, menjadi hanya empat tempat tidur dalam satu ruang rawat inap.

Pada 20 Februari lalu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengatakan, hasil dari uji coba penerapan penghapusan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan di ruang rawat inap membuahkan hasil yang positif, mulai dari tidak terganggunya pelayanan kesehatan serta tak menyusutnya pendapatan RS. Seperti diketahui, per Juni 2023, sudah ada 12 RS yang siap untuk diuji coba sistem KRIS.

Adapun 12 kriteria ruang rawat inap yang harus dipenuhi untuk implementasi KRIS secara berurutan adalah sebagai berikut:

1. Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi

2. Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 kali pergantian udara per jam

3. Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur

4. Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur

5. Adanya tenaga kesehatan per tempat tidur

6. Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 celcius sampai dengan 26 celcius

7. Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit

8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter

9. Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung

10. Kamar mandi dalam ruang rawat inap

11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas

12. Outlet oksigen

Sejatinya, KRIS diterapkan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan harapan untuk meluruskan implementasi asuransi sosial kesehatan. Namun dengan semakin baiknya layanan, apakah lantas masyarakat tidak membutuhkan lagi asuransi swasta? Berikut ulasannya.

Keberadaan asuransi kesehatan swasta tentu sama halnya dengan jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah, yaitu untuk mentransfer risiko finansial yang muncul akibat musibah sakit.

Namun premi atau iuran yang dibayarkan ke perusahaan asuransi umumnya lebih mahal, dan tidak semua penyakit bisa ditanggung oleh asuransi.

Bicara soal butuh atau tidaknya asuransi kesehatan swasta, tentu semua harus berdasarkan preferensi orang yang bersangkutan.

Asuransi kesehatan swasta akan sangat membantu Anda yang menginginkan kepraktisan dan kenyamanan lebih. Di samping itu, bukan hanya pasien yang bisa menikmati fasilitas asuransi, melainkan juga penunggunya pun bisa.

Sebut saja, salah satu produk asuransi kesehatan bahkan ada yang menyediakan uang santunan harian untuk perawatan rumah sakit dan memberikan makanan pada penunggu pasien.

Hal itu tentunya tidak disediakan oleh jaminan kesehatan dari pemerintah.

Di samping itu, asuransi kesehatan swasta juga terbilang cukup fleksibel dalam urusan berobat. Dengan memiliki asuransi swasta, Anda tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan sesuai domisili terlebih dulu sebelum berobat ke dokter spesialis, Anda bisa langsung menuju dokter yang dituju di rumah sakit rekanan.

Jadi, soal butuh atau tidaknya asuransi swasta dalam pemberlakuan sistem KRIS, tentu hal itu dikembalikan lagi ke kondisi keuangan pasien. Jika pasien menilai sistem KRIS sudah mencukupi kebutuhan berobatnya, maka tidak perlu membeli asuransi swasta pun tidak apa-apa, namun jika sebaliknya, maka dia harus mempertimbangkan untuk membeli asuransi swasta.