redaksiharian.com – Karyawan Google yang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dipecat. Ia adalah Timnit Gebru, perempuan asal Ethiopia yang sudah malang-melintang di raksasa teknologi.
Mulai dari Apple, Microsoft, hingga yang terakhir Google sejak 2020 lalu. Sayangnya, setelah 3 tahun bekerja di raksasa mesin pencari, Gebru harus berhenti dari profesinya.
Google mengatakan Gebru mengundurkan diri. Namun, Gebru membantah dan sesumbar bahwa ia dipecat, dikutip dari TheGuardian, Selasa (23/5/2023).
Kasus ini bermula dari sikap Gebru yang mengkritisi pengembangan teknologi AI di Google. Menurut dia, teknologi AI ibarat emas yang berharga dan menentukan masa depan umat manusia.
Sayangnya, pengembangan ‘emas’ tersebut dibuat dengan tergesa-gesa. Apalagi, pihak yang koar-koar soal teknologi ini, menurut Gebru, tak benar-benar paham dengan dampak AI.
“Faktanya, pengembangan AI saat ini seperti penemuan emas (gold rush). Banyak pihak yang menginginkan profit dari teknologi ini justru bukan orang yang mengerti soal teknologi tersebut,” kata dia.
“Kita semua butuh regulasi. Kita butuh motif pengembangan AI yang lebih kuat ketimbang hanya didorong semangat mencari profit,” ia menambahkan.
Sebagai salah satu mantan pimpinan di tim etika AI Google, Gebru menulis laporan akademis yang memperingatkan soal dampak AI di masa depan.
Ia menuliskan soal potensi risiko banyaknya manusia yang bakal menganggur. Beberapa profesi yang ia khawatirkan terancam punah adalah penulis, komposer musik, dan analis gambar.
Lebih lanjut, ada pula bahaya diskriminasi yang dibawa oleh AI. Menurut Gebru, pengembangan AI saat ini berbasis big data yang merepresentasikan pihak mayoritas.
“Sudut pandang bias dari pihak-pihak mayoritas di masyarakat akan mengancam populasi kaum marjinal,” kata dia.
Pasalnya, industri teknologi sendiri didominasi oleh laki-laki kulit putih. AI akan cenderung dilatih dengan perspektif-perspektif dari kaum mayoritas tersebut.
Sebagai tanggapan atas laporan akademis yang ditulis Gebru, manajemen Google pun gusar. Gebru diminta untuk menarik laporannya atau menghapus namanya sebagai salah satu tim penulis.
“Yang terjadi adalah, raksasa teknologi terlampau semangat mengembangkan AI dan mereka tak ingin mendengarkan suara dari orang seperti saya,” ia menuturkan.
Gebru adalah seorang perempuan yang dulunya mengungsi dari area perang di Ethiopia. Ia lahir dan besar di Eritrea, kampung halaman orang tuanya.
Setelah setahun tinggal di Irlandia, ia akhirnya mengenyam pendidikan di Boston. Dari sana, ia pun masuk sebagai mahasiswa di Stanford University dan berkarir di industri teknologi.