Jaksa pada hari Jumat (19/8) mendesak pengadilan tertinggi Malaysia untuk menegakkan hukuman penjara 12 tahun terhadap mantan perdana menteri Najib Razak karena korupsi, dengan mengatakan bahwa “ketidakjujurannya telah terbukti”.
Pada hari kedua sidang di Pengadilan Federal, jaksa melanjutkan kasus mereka meskipun Najib mengklaim bahwa ia tidak diberi pengadilan yang adil.
Najib, 69, telah mengajukan banding akhir berisiko tinggi, yang bisa membuatnya dipenjara, atau dibebaskan dan mencoba kembali berkuasa.
Pada awal sidang hari Jumat (19/8), penasihat utama Najib Hisyam Teh Poh Teik mengatakan kepada pengadilan bahwa mantan pemimpin itu telah memecat sebagian dari tim pembelanya. Terjadi keheningan singkat, dengan Najib, yang mengenakan masker, terlihat menunduk.
Namun, Ketua Hakim Maimun Tuan Mat dengan tenang memerintahkan penuntut untuk “melanjutkan” argumen mereka. Maimun sebelumnya mengatakan bahwa setiap penundaan dalam proses pengadilan adalah pemborosan dana publik, dan ia tidak menginginkannya.
Najib dan partainya yang berkuasa tersingkir pada pemilu 2018 menyusul tuduhan keterlibatan mereka dalam skandal keuangan 1MDB bernilai miliaran dolar. Najib dan rekan-rekannya dituduh mencuri miliaran dolar dari badan investasi negara itu dan membelanjakannya untuk segala hal mulai dari real estat kelas atas hingga karya seni mahal.
Setelah proses panjang di Pengadilan Tinggi, Najib dinyatakan bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan pelanggaran pidana atas transfer $10,1 juta dari sebuah unit 1MDB, SRC International ke rekening bank pribadinya. Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara pada Juli 2020, namun hingga kini belum dipenjarakan karena menunggu proses banding.
Pengadilan banding Desember lalu menolak permohonannya, sehinnga mendorongnya untuk membawa kasus itu ke Pengadilan Federal.
Najib “telah gagal menepis keraguan atas kasus penuntutan dan oleh karena itu… harus dihukum,” kata jaksa pemerintah V. Sithambaram kepada pengadilan. “Ketidakjujuran pemohon banding sudah terbukti,” katanya.
Ia menambahkan bahwa klaim Najib bahwa ia tidak tahu sumber dana “adalah pemikiran untuk menghindari tanggung jawab pidana”. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.