Jakarta: Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin siap ditahan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri. Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya atas kasus dugaan penggelapan dana donasi di lembaga filantropi itu.
 
“Sangat siap (ditahan),” kata kuasa hukum Ahyudin, Teuku Pupun Zulkifli, kepada Medcom.id, Jumat, 29 Juli 2022.
 
Pupun mengatakan kliennya sudah lama memprediksi penetapan tersangka tersebut. Bahkan, Ahyudin disebut telah menyiapkan pakaian dalam sebuah koper untuk dibawa saat pemeriksaan.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Sudah dua minggu yang lalu kami persiapkan (koper berisi pakaian), karena sudah kami prediksikan (penetapan tersangka),” ujar Pupun.
 
Ahyudin dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka pukul 13.30 WIB, Jumat siang, 29 Juli 2022. Pupun memastikan kliennya memenuhi panggilan tersebut.
 
“Siang selesai Jumatan (datang),” ucap Pupun.
 

Kasubdit 4 Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji belum mau memastikan terkait penahanan Ahyudin dan tiga tersangka lainnya. Dia akan menyampaikan usai pemeriksaan.
 
“Diperiksa sebagai tersangka saja baru nanti siang. Lihat nanti saja lah,” kata Andri saat dikonfirmasi terpisah.
 
Mengacu Pasal 21 ayat 4 KUHAP, Ahyudin dan tiga tersangka lainnya berpotensi ditahan. Pasalnya, mereka terancam hukuman penjara di atas lima tahun.
 
Sementara itu, pertimbangan penahanan terhadap tersangka diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP. Ada tiga pertimbangan, yakni dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, dan dikhawatirkan mengulangi perbuatan tindak pidana.
 

Selain Ahyudin, tiga tersangka lainnya ialah Ibnu Khajar selaku Presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT dan Novariadi Imam Akbari selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
 
Tersangka telah menggelapkan dana donasi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang diberikan Boeing. Total ada Rp34,5 miliar dana digunakan tidak sesuai peruntukannya.
 
Mereka dijerat pasal berlapis. Yakni tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45 a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
 
Lalu, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagai mana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian, Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
 

(AZF)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.