Pemerintah meminta Malaysia memberikan perhatian serius terhadap kelayakan tempat pusat penahanan imigrasi di Negara Bagian Sabah. Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan selama tiga tahun terakhir, terdapat 35 warga negara Indonesia (WNI) yang meninggal di tempat tersebut. Dia menyebutkan sepuluh orang wafat pada 2020, 18 orang meninggal tahun lalu, dan tujuh lainnya mengembuskan nafas terakhir pada tahun ini.

“Kalau dilihat dari data yang kita miliki, tidak ada yang meninggal karena kekerasan dari hasil visumnya. Tetapi kalau kita lihat penyebab kematiannya, sebagian besar karena COVID-19 dan penumonia (atau) paru-paru basah. Memang ada kondisi depo-depo (tahanan imigrasi) selama pandemi ini penuh karena tidak ada pemulangan,” kata Hermono kepada VOA, Jumat (1/7).

Ia menegaskan 35 WNI tersebut semuanya meninggal dalam perawatan di rumah sakit di Malaysia. Selain COVID-19 dan pneumonia, ada juga yang wafat karena serangan jantung dan penyakit gagal ginjal.

Para imigran gelap yang ditahan di pusat penahanan imigran di luar Kuala Lumpur, Malaysia (foto: dok.)

Para imigran gelap yang ditahan di pusat penahanan imigran di luar Kuala Lumpur, Malaysia (foto: dok.)

Hermono mengungkapkan dirinya, Kamis (30/6), sudah mengajukan izin untuk berkunjung ke empat pusat tahanan imigrasi yang ada di Sabah dan tinggal menunggu jawaban. Menurutnya saat ini terdapat sekitar 385 WNI yang mendekam di dalam empat pusat tahanan imigrasi itu, satu di Kota Tawau dan tiga lainnya di Kota Kinabalu.

Lebih lanjut Hermono menututkan selama pandemi pada 2020-2022, terdapat 4.348 WNI yang dideportasi.

Dari hasil pertemuan dengan pihak imigrasi Malaysia baru-baru ini, kata Hermono, ditemukan kesamaan data dengan pihak imigrasi mengenai jumlah WNI yang masih mendekam dalam empat pusat tahanan imigrasi di Sabah. Di samping itu, Indonesia meminta akses kekonsuleran yang lebih mudah, meminta Malaysia memperhatikan kondisi tempat pusat tahanan imigrasi di Sabah, terutama dari sisi kesehatan dan meminta proses pemulangan mereka lebih cepat.

Indonesia, tambahnya , sudah menawarkan untuk memberi bantuan berupa sabun dan alas tidur bagi WNI yang menghuni empat pusat tahanan imigrasi di Sabah. Selama 2020-2021, perwakilan pemerintah di Malaysia sudah memberikan sekitar 1.300 paket alat-alat kebersihan, termasuk sabun dan sikat gigi.

Hermono berharap ada komunikasi yang lancar antara otoritas di empat pusat tahanan imigrasi di Tawau dan Kinabalu dengan pihak KJRI Tawau dan Kinabalu. Sehingga kalau ada kebutuhan bagi warga Indonesia yang tidak mencukupi, akan dipasok oleh kedua kantor perwakilan Indnesia tersebut.

Sementara itu, anggota tim pencari fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat Nurismi Ramadani meminta kepada pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kuala Lumpur dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Tawau untuk lebih bisa memperhatikan kondisi warga Indonesia yang mendekam di dalam empat pusat tahanan imigrasi di Negara Bagian Sabah, Malaysia.

“Kita sangat berharap konsulat (KJRI Tawau) ketika datang berkunjung ke sana (pusat-pusat tahanan imigrasi di Sabah) tidak hanya di depan. Kalau bisa masuklah ke dalam, melihat kondisinya, dan memonitoring langsung bagaimana kondisi sanitasi, kemudian kondisi anak-anak di dalam, kondisi perempuan, kondisi orang-orang yang sakit, kondisi lansi (orang lanjut usia). Tidak hanya di depan sekadar membawa bantuan , kemudian mendokumentasikan,” ujar Nurismi.

TKI di Malaysia yang mengalami penyiksaan oleh majikannya berkumpul di shelter kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur (foto dok. tahun 2009).

TKI di Malaysia yang mengalami penyiksaan oleh majikannya berkumpul di shelter kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur (foto dok. tahun 2009).

Ia menambahkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat akan terus memantau situasi dan kondisi dialami ribuan warga Indonesia yang menghuni empat pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia. Dia berharap KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Tawau terus mendesak pihak berwenang Malaysia untuk memperbaiki kondisi dan layanan di pusat-pusat tahanan imigrasi.

Menurut Nurismi berdasarkan informasi yang diterimanya, setiap kali ada kunjungan dari pihak KJRI Tawau, petugas pusat tahanan imigrasi mengancam WNI agar tidak menceritakan buruk kondisi di dalam tahanan mereka.

Dia mengakui selama ini bantuan logistik yang diberikan pihak KJRI Tawau tidak mencukupi dengan jumlah warga Indonesia yang menghuni di pusat- pusat tahanan imigrasi di Sabah tersebut.

Nurismi mencontohkan misalnya bantuan dua bungkus pembalut untuk blok tahanan perempuan dan kadang bantuan logistik itu tidak berjalan rutin. Di samping itu, kiriman dari pihak kerabat warga Indonesia menjadi tahanan di pusat imigrasi di Sabah sering tidak sampai kepada mereka atau dirampas oleh petugas.

Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta baru- baru ini menyampaikan permintaan maaf atas kekeliruan di dalam keterangan sebelumnya yang menyebut terdapat 149 warga negara Indonesia meninggal di Pusat Tahanan Imigrasi (DTI) Sabah, Malaysia.

Melalui jejaring sosial, Kedubes Malaysia menjelaskan bahwa angka 149 orang itu tidak semua warga negara Indonesia. Mereka menjelaskan 18 tahanan WNI dilaporkan meninggal dunia sepanjang 2021, terdiri terdiri dari 17 laki-laki dan satu perempuan.

Pada Januari hingga Juni 2020, tercatat tujuh WNI meninggal yaitu enam laki- laki dan satu perempuan. [fw/ah]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.