Israel dan militan Palestina di Jalur Gaza hari Minggu (7/8) kembali terlibat baku tembak, aksi kekerasan lintas perbatasan terburuk sejak perang 11 hari antara Israel dan Hamas tahun lalu. Aksi kekerasan ini tak terhindarkan setelah Israel membunuh seorang komandan senior Jihad Islam dalam serangan udara di sebuah gedung apartemen di kamp pengungsi Gaza yang ramai.

Diwawancarai VOA melalui telepon, Direktur Timur Tengah di Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsih mengatakan pemerintah Indonesia mengutuk keras serangan yang dilakukan Israel di Gaza yang telah mengakibatkan tewasnya masyarakat sipil, termasuk anak-anak.

Menurutnya serbuan Israel ini sekali lagi membuktikan Israel tidak serius mengupayakan perdamaian dengan Palestina. Walhasil menyurutkan kepercayaan dan pada akhirnya berdampak pada upaya mewujudkan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

“Kedua, ini sebenarnya untuk konsumsi dalam negeri mereka juga dalam rangka pemilu November 2022. Ini menjadi salah satu nilai jual bagi salah satu kandidat di Israel bahwa mereka memiliki keseriusan untuk mempertahankan keamanan di negaranya,” kata Bagus.

Asap mengepul setelah serangan udara Israel di sebuah gedung apartemen di Gaza menewaskan sedikitnya 43 orang termasuk 15 anak-anak, Minggu, 7 Agustus 2022. (Foto: AP)

Asap mengepul setelah serangan udara Israel di sebuah gedung apartemen di Gaza menewaskan sedikitnya 43 orang termasuk 15 anak-anak, Minggu, 7 Agustus 2022. (Foto: AP)

Namun, lanjut Bagus, Israel selalu beralasan serangan ke Gaza merupakan upaya pembelaan diri. Padahal itu sebenarnya tidak masuk akal karena Israel tidak mendapat ancaman apa-apa, dan setiap kali Israel mengklaim melakukan serangan balasan, akan ada warga sipil yang menjadi korban.

Bagus mengatakan Indonesia mendorong PBB mengambil tindakan konkret untuk melindungi penduduk Palestina dari ancaman kekerasan Israel. Antara lain dengan mengirimkan pasukan perdamaian internasional sehingga Israel tidak mudah saja menyerbu Gaza atau wilayah lainnya di Tepi Barat.

Sementara menyinggung keterlibatan Organisasi Konferensi Islam (OKI), menurutnya badan ini pada prinsipnya masih ingin memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Hanya saja ketika merumuskan satu sikap bersama selalu ada ganjalan terkait dinamika di Timur Tengah dan kondisi politik di negara masing-masing.

Bagus menilai belum waktunya Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel, terlebih karena pemulihan hubunga resmi negara-negara lain dengan Israel sebelumnya juga tidak berhasil mengubah sikap negara itu pada Palestina. Sesuai amanat konstitusi, Indonesia, tegasnya, secara bulat mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk menjadi negara berdaulat. Oleh karena itu Indonesia selalu menyampaikan kepada negara-negara besar agar tetap mendesak Israel menerima solusi dua negara.

Pengamat: Sikap Politik Israel Tak Akan Pernah Berubah

Pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menjelaskan serangan Israel ke Gaza akan terus berulang dan salah satu faktor penyebabnya adalah sikap politik Israel yang selalu memandang Gaza atau Palestina sebagai ancaman bagi mereka. Di samping itu, serbuan Israel ke Gaza juga sering berkaitan dengan menjelang pelaksanaan pemilihan umum di Israel.

Dengan fenomena tersebut, dia mengakui peluang terbentuknya negara Palestina merdeka dan berdaulat akan semakin jauh.

Pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia, Yon Machmudi (foto: courtesy).

Pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia, Yon Machmudi (foto: courtesy).

“Karena rezim yang berkuasa (di Israel) itu tidak melihat kemerdekaan atau solusi dua negara sebagai hal yang harus mereka dukung. Selama ini (solusi dua negara) tidak menjadi agenda dari rezim penguasa di Israel, maka tentu kondisi Palestina, Tepi barat dan Gaza, akan bergejolak,” ujar Yon.

Menurutnya, solusi dua negara belum diterima oleh mayoritas kekuatan politik di Israel, meski beberapa kelompok sipil menganggap kemerdekaan Palestina sebagai jalan untuk menyudahi konflik sekaligus mewujudkan perdamaian. Untuk ke depan, solusi dua negara sangat bergantung pada kekuatan politik di Israel dan penting untuk meyakinkan masyarakat internasional mengenai solusi dua negara.

Yon menjelaskan Indonesia perlu terus memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan negara-negara yang memiliki kepentingan terhadap isu Palestina, yakni negara-negara Arab dan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, untuk mendorong dilakukan kembali perundingan Palestina-Israel berkaitan dengan masa depan di sana.

Dia menilai normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan Israel akan berdampak pada penyelesaian konflik Palestina-Israel karena mereka yang menormalisasi hubungan akan lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi dan keamanan, dibanding memperjuangkan nasib Palestina. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.