Dalam sidang tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di markas besar PBB di Kota New York, Amerika Serikat, bulan depan, Presiden Palestina Mahmud Abbas berencana mengajukan permohonan untuk negaranya menjadi anggota penuh di organisasi internasional terbesar sedunia itu.
PBB pada 2012 telah mengesahkan Palestina sebagai negara peninjau. Sebanyak 138 dari 193 negara anggta PBB telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Menanggapi rencana Palestina tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam jumpa pers, Kamis (25/8), menegaskan dukungan pemerintah Indonesia terhadap keinginan Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Dia menambahkan Indonesia terus konsisten menyokong perjuangan bangsa Palestina untuk menjadi negara merdeka dan berdaulat melalui kerangka solusi dua negara. Dukungan itu disampaikan dalam berbagai forum bilateral, regional dan multilateral.
Faizasyah mencontohkan Indonesia mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengesahkan Palestina sebagai negara peninjau satu dasawarsa lalu. Indonesia juga menyokong Palestina dalam sidang Majelis Umum untuk menjadi ketua Kelompok G77 pada 2019. Indonesia juga mendukung keanggotaan penuh Palestina di berbagai organisasi internasional, seperti UNESCO pada 2011 dan Interpol pada 2017.
“(Terkait keanggotaan penuh Palestina di PBB), yang ingin saya ingatkan adalah prosesnya berbeda karena harus dibahas lebih dulu di Dewan Keamanan PBB. Tentunya untuk bisa memuluskan upaya ini, harus dipastikan tidak ada anggota Dewan Keamanan PBB yang memberikan veto sehingga upaya ini tidak bisa berlanjut,” kata Faizasyah.
Jika semua 15 anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk lima negara pemegang hak veto – Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan China – mendukung, maka usulan Palestina menjadi anggota penuh PBB bisa dilanjutkan prosesnya ke sidang Majelis Umum PBB. Jika sudah sampai di situ, Faizasyah menekankan kembali bahwa Indonesia akan mendukung resolusi terkait hal tersebut. Prancis dikabarkan mendukung keinginan Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Guru Besar Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran, Dina Sulaeman, menjelaskan upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB sebenarnya sudah lama dilakukan, tetapi selalu terganjal di Dewan Keamanan PBB sebagai penentu. Dia meyakini hampir pasti bahwa pengajuan bulan depan akan diveto oleh Amerika Serikat.
Ia mengatakan, dengan keanggotaan penuh di PBB, maka otoritas Palestina bisa lebih mampu memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui solusi dua negara.
“Tapi selama Amerika Serikat masih terus memberikan dukungan kepada Israel dan selalu memveto upaya-upaya dari Dewan Keamanan untuk melakukan tindakan tegas kepada Israel, ya kondisinya akan seperti ini atau akan terus memburuk,” ujar Dina.
Apalagi kondisi di lapangan, menurut Dina, menunjukkan Israel masih terus melakukan pembunuhan, penindasan, pengusiran, dan pengeboman terhadap rakyat Palestina.
Dina menilai Indonesia sangat berjasa dalam mengupayakan agar isu Palestina terus menjadi sorotan internasional. Indonesia terus mengingatkan bahwa masih ada satu negara yang belum merdeka dan berdaulat penuh karena sebagian wilayahnya masih dijajah Israel.
Ketika ditanya mengenai solusi dua negara, Dina menjelaskan konsep tersebut nyaris mustahil dilanjutkan, tetapi PBB berkukuh solusi dua negara adalah satu-satunya cara agar konflik Palestina-Israel rampung. Padahal di lapangan, katanya, yang terjadi itu sudah satu negara di mana Israel sangat dominan.
Menurutnya kalau memang mau betul-betul mengupayakan solusi dua negara, maka semua permukiman Yahudi di Tepi Barat harus dikosongkan karena melanggar hukum internasional
Dina tidak setuju jika Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel. Ia mengatakan, ketidakbersediaan Indonesia itu bisa menjadi tekanan diplomatik bagi Israel. Kalau sampai Indonesia membuka dilomatik dengan Israel, maka tekanan Indonesia terhadap negara itu akan semakin lemah. Indonesia kemungkinan juga tidak akan berani lagi mengecam.
Berkaca dari pengalaman rezim apartheid di Afrika Selatan, Dina menyarankan Indonesia berkonsolidasi dengan semua negara anggota Organisasi Konferensi islam (OKI) untuk melakukan boikot ekonomi Israel sebagai tekanan untuk menjadikan Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat. [fw/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.